Sunday, January 24, 2016

freeport

PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimikaprovinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.


  • Sejarah

Awal mula PT Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun 1930, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta melakukan penilaian.
Pada awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian Renville.

Kontribusi Freeport Indonesia

Sebagai mitra jangka panjang Indonesia yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan komunitas lokal, Freeport Indonesia telah berinvestasi sebesar US$7,7 miliar dalam infrastruktur selama 45 tahun di Indonesia.
Berdasarkan riset yang diadakan oleh Universitas Indonesia, sampai saat ini usaha PTFI mewakilkan 1,59% dari semua kegiatan ekonomi di Indonesia dengan 300.000 karyawan Indonesia dan keluarganya bergantung pada PTFI untuk kelangsungan hidup mereka. PTFI juga berkeinginan untuk terus berinvestasi dan menjadi bagian dari Indonesia untuk jangka waktu yang lama.
Tabel I :
KontribusiTahun 2014Sejak 1991-2014
Keuntungan Langsung bagi Indonesia (dari pajak, royalti, dividen, biaya, dan dukungan langsung lainnya)USD 500 jutaUSD 15,8 Miliar
Keuntungan tidak langsung (Gaji dan upah, pembelian dalam negeri, pengembangan regional dan investasi dalam negeri)USD 3,4 MiliarUSD 29,5 Miliar
Tabel II (dalam miliar dolar AS) :
Jenis penerimaan1992-200020012002200320042005200620072008200920102011201220132014TOTAL
Dividen pemerintah143455911215921649213169202---1,287
Royalti2092828363882146164121128185188761011181.647
Pajak dan nonpajak lainnya1.2841611612942136861.2941.4251.0391.0131.5691.99390438342112.840
Total1.6351931943342608811.6001.8051.2091.3541.9222.38398048453915.774
Kontribusi dan peranan PT Freeport Indonesia bagi negara :
  • Menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 24.000 orang di Indonesia (karyawan PTFI terdiri dari 69,75% karyawan nasional; 28,05% karyawan Papua, serta 2,2% karyawan Asing).
  • Menanam Investasi > USD 8,5 Miliar untuk membangun infrastruktur perusahaan dan sosial di Papua, dengan rencana investasi-investasi yang signifikan pada masa datang.
  • PTFI telah membeli > USD 11,26 Miliar barang dan jasa domestik sejak 1992.
  • Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PTFI telah memberikan kontribusi lebih dari USD 37,46 Miliar dan dijadwalkan untuk berkontribusi lebih banyak lagi terhadap pemerintah Indonesia hingga lebih dari USD 6,5 Miliar dalam waktu empat tahun mendatang dalam bentuk pajak, dividen, dan pembayaran royalti.
  • Keuntungan finansial langsung ke pemerintah Indonesia dalam kurun waktu empat tahun terakhir adalah 59%, sisanya ke perusahaan induk (FCX) 41%. Hal ini melebihi jumlah yang dibayarkan PTFI apabila beroperasi di negara-negara lain.
  • Kajian LPEM-UI pada dampak multiplier effect dari operasi PTFI di Papua dan Indonesia di 2011: 0,8% untuk PDB Indonesia, 45% untuk PDRB Provinsi Papua, dan 95% untuk PDRB Mimika.
  • Membayar Pajak 1,7% dari anggaran nasional Indonesia.
  • Membiayai >50% dari semua kontribusi program pengembangan masyarakat melalui sektor tambang di Indonesia.
  • Membentuk 0,8% dari semua pendapatan rumah tangga di Indonesia.
  • Membentuk 44% dari pemasukan rumah tangga di provinsi Papua.

Kisah awal kontroversi kasus "PAPA MINTA SAHAM "


Begitu di ruang MKD, Maroef diberi waktu menjelaskan soal duduk perkara pertemuan dan perekaman pembicaraan yang salah satunya terkait perpanjangan kontrak PTFI dan bisnis di lingkaran perusahaan asal Amerika Serikat itu.
Singkatnya, Maroef menjelaskan sejak awal menjabat Presdir PTFI Januari 2015, ia sudah diminta sowan kepada Ketua DPR Setya Novanto melalui salah satu komisaris perusahaan itu, Marzuki Darusman. Permintaan tidak hanya datang dari DPR, tapi juga MPR dan DPD RI.
"Pada saat saya Presiden Direktur Freeport, ada permintaan dan yang minta pejabat tinggi negara. Untuk itu saya lebih sopan yang meminta dengan courtesy call. Gak hanya DPR tapi DPD dan MPR. Akhirnya terjadi 6 April ketemuan antara DPD, DPR dan MPR," kata Maroef.
Pertemuan pertama ini seremonial dihadiri para staf dan terjadi di komplek Parlemen, Jakarta. Kecuali ketiak bertemu ke ruang Novanto, staf Ketua DPR menyampaikan yang boleh masuk hanya Maroef, sedangkan stafnya menunggu di luar. Ketika itu Maroef membawa profil perusahaan yang biasa untuk dibagikan. Pertemuan berlangsung sekitar 40-60 menit.
"Menjelang akhir pertemuan, Ketua DPR bilang, Pak Maroef kapan-kapan kita ketemu lagi ngopi-ngopi. Saya katakan siap pak saya tunggu tunggu kabar bapak," jelasnya.

# Pertemuan kedua
Sekitar awal Mei, Maroef mendapat pesan singkat dari Setya Novanto, isinya menanyakan apakah bisa dihubungi atau tidak.
"Awal Mei saya dapat SMS dari Ketua DPR dengan isi singkat "bisa saya call?" . Karena saya hormati saya berinisiatif saya yang telpon. (Novanto) minta ketemu. Saya sampaikan baik kita bisa atur pertemuan. Kemudian lanjut staf yang atur pertemuan kedua," jelasnya.
Tempat pertemuan kedua ditentukan staf Ketua DPR dan berlangsung pada 13 Mei 2015 di kawasan SCBD, hotel Ritz Carlton. Ketika itu Novanto membawa staf cantiknya, Medina. Maroef saat itu dijemput ke lobby oleh staf Novanto karena untuk naik menggunakan kartu akses.
Maroef kaget, karena datang telat, saat itu sudah ada seseorang yang diduga M Riza Chalid sudah berada di ruang pertemuan. Maroef mengaku belum mengenal orang tersebut. Pertemuan tersebut berlangsung sekitar 1 jam lebih. Ketika itu dibahas materi-materi soal Freeport.
"Saya sampaikan bisnis siapa saja boleh asal profesional. Juga ada pebicaraan perpanjangan smelter dan kontrak. Tidak begitu mendalam. Terus dibilang bisa dilakukan pembicaraan di laen waktu. Tapi saya gak tanggapi. Lalu insting saya berjalan, kenapa pembahasan di luar bisnis dan kontrak dilakukan bersama Ketua DPR dan pengusaha. Kenapa enggak ajak anggota Komisi VII," tutur Maroef.

# Pertemuan Ketiga
Setelah pertemuan kedua, Maroef kembali dihubungi. Tapi kali ini oleh M Riza Chalid melalui SMS. Karena tidak ditanggapi Maroef, seminggu kemudian di bulan Juni, Riza kirim pesan singkat lagi. Isinya "Apa kabar pak?" dan ajakan bertemu. Waktu diatur masing-masing staf.
"Staff kami berkounikasi. Dan pertemuan tanggal 8 Juni. Yang menentukan tempat waktu itu pihak staff Ketua DPR. Kebetulan saat itu saya bisa datang. Staffnya Riza bilang telat jadi saya tunggu di loby nunggu dia masuk," ujar Maroef.
Karena sudah curiga di pertemuan kedua, Maroef pun berinisiatif merekam pembicaraan di pertemuan ketiga. Itu dilakukan karena dia sendirian dan rekaman tersebut bisa menjadi jaminan atas nilai-nilai akuntabilitasnya sebagai Presdir PTFI. Setelah perbincangan ringan, terjadilah pembicaraan seperti yang rekaman yang telah diputar di MKD.

"Pada saat pembicaraan ringan terjadi pembicaraan lebih lanjut seperti yang bapak-bapak dengarkan rekaman itu. Rekaman itu seperti apa yang terjadi. Dalam pembicaraan itu, HP saya taruh di atas meja dan dalam posisi merekam. Posisi duduk saya sebelah kiri Ketua DPR dan sebelah kanan RC. Rekaman tidak ada berhenti sedikit pun. Subtansinya persis seperti apa yang bapak-bapak dengarkan tadi malam," pungkasnya

No comments:

Post a Comment