Gambar 1. Pilih mana, jalur reguler yang ada di kiri dan kanan atau jalur Tol dalam kota yang ada di tengah?
(Foto oleh: infodokterku.com)

Di zaman milenium ini, arus perpindahan (pergerakan) manusia yang cepat telah menjadi kebutuhan (demand) utama masyarakat dunia terutama di kota-kota besar. Di berbagai belahan dunia, semua orang bergerak cepat berkejar-kejaran dengan waktu yang juga berlari semakin cepat. Namun yang terjadi di Jakarta sangat ironis, ketika zaman menuntut semua harus bergerak cepat, arus lalu lintas di jalan-jalan Jakarta justru mengalami perlambatan. Beberapa waktu yang lalu penulis sempat melemparkan prediksi bahwa "sampai kiamat Jakarta tidak akan bisa bebas dari kemacetan lalu lintas." Namun sekarang penulis punya keyakinan dan optimis bahwa Indonesia sedang menuju ke arah perbaikan di berbagai bidang termasuk lalu lintas. Oleh karena itu kita percaya bahwa "sebelum kiamat tiba, Jakarta bisa bebas dari kemacetan lalu lintas." Agar bisa mengatasi kemacetan lalulintas, kita perlu mengetahui apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab kemacetan lalu lintas di Jakarta serta solusi pemecahan masalahnya.


Jakarta pasti bisa bebas dari kemacetan lalulintas. Asalkan kita mau bekerja keras maka bebas macet bukan hal yang mustahil untuk dicapai. Beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemacetan lalu lintas adalah: membatasi jumlah mobil yang boleh berkeliaran di jalan-jalan ibukota, bekerja lebih fokus, penuh daya juang, serius, mau dan ikhlas membela rakyat kecil, serta bekerja tidak setengah hati. Kalau penulis meminjam istilah “sebelum kiamat,” berarti pada suatu saat nanti masalah kemacetan lalulintas di Jakarta pasti bisa teratasi dan Jakarta bisa bebas macet.

Penyerbuan ke Jakarta
Sekarang ini, setiap pagi terutama pada hari-hari kerja, jutaan warga dari 8 penjuru (bukan 8 penjuru angin lho) masuk "menyerbu" Jakarta, semuanya menaiki kendaraan, jarang ada yang berjalan kaki. Mereka berasal dari kota-kota satelit, pinggiran Jakarta, dan Jakarta sendiri, semuanya (pendatang dan warga DKI) berbaur dan berpacu di dalam "urat-urat nadi" ibukota. Di sisi lain, daya tampung jalan-jalan di DKI Jakarta terbatas.

Daerah asal kendaraan yang setiap pagi memasuki Jakarta dan setiap sore ke luar dari Jakarta berasal dari:
1.   Depok dan sekitarnya
2.   Bogor dan sekitarnya
3.   Bekasi dan sekitarnya
4.   Cikarang dan sekitarnya
5.   Tangerang dan sekitarnya
6.   Provinsi Banten (selain Tangerang dan sekitarnya)
7.   Provinsi Jawa Barat (selain Bogor, Depok, Bekasi dan sekitarnya)
8.   Daerah pinggiran (penyanggah) Jakarta

Untuk keperluan apakah warga dari 8 penjuru menyerbu Jakarta setiap pagi? Satu hal penting yang mereka kejar di Jakarta adalah sumber nafkah (pekerjaan dan bisnis) dan keperluan lain (keperluan keluarga, pendidikan, kesehatan, mengurus surat-surat, dlsb). Begitu pula pada sore hari, jutaan kendaraan yang tadi pagi memasuki Jakarta, pada sore hari berbondong-bondong meninggalkan Jakarta, bergerak ke 'habitatnya' masing-masing, kemudian esok pagi kembali memasuki Jakarta.

Hal-hal yang menyebabkan Jakarta sulit melepaskan diri dari kemacetan lalu lintas berkepanjangan adalah:
  1. Kota-kota satelit Jakarta tidak akan pernah berhenti berkembang, dari waktu ke waktu akan semakin membesar seiring pertambahan jumlah penduduk di kawasan ini dan tingginya permintaan (demand) terhadap pemukiman.
  2. Properti dan lahan pekerjaan di ibukota terus berkembang dan meningkat dengan pesat.
  3. Pertambahan jumlah penduduk (dan urbanisasi) ke Jakarta dan kota-kota satelit berkorelasi dengan perkembangan lahan-lahan pemukiman baru di kota-kota satelit dan peningkatan proses bisnis dengan akibat meningkatnya jumlah perjalanan di, dari dan ke ibukota.
  4. Penyediaan angkutan publik di Jakarta dan kota-kota satelit tersendat (lambat) perkembangannya dan tidak mengikuti demand.
  5. Belum diterapkannya pembatasan jumlah kendaraan pribadi yang boleh berkeliaran di jalan-jalan ibukota.

Data Perjalanan Lalu Lintas di Jakarta
Adakah yang pernah menghitung berapa banyak jumlah perjalanan warga yang memasuki Jakarta setiap harinya? Dan adakah data pemakaian kendaraan pribadi dan angkutan umum yang digunakan untuk melakukan perjalanan tersebut? Oo ... ternyata ada data yang cukup dapat menggambarkan kuantitas dan jenis kendaraan yang digunakan.

Menurut data bersumber dari studi Jabodetabek Public Transportation Policy Implementation Strategy, dalam Kompas, 10 Juni 2014, jumlah perjalanan yang masuk ke DKI Jakarta sebanyak 18,77 juta perjalanan per hari, jumlah perjalanan di dalam Jakarta sebanyak 6,96 juta perjalanan per hari. Dari jumlah tersebut, 98% diantaranya merupakan kendaraan pribadi, mobil dan sepeda motor. Yang perlu digarisbawahi dari hasil studi ini adalah bahwa dari jutaan perjalanan setiap hari yang masuk ke Jakarta dan di Jakarta sendiri, ternyata 98% menggunakan kendaraan pribadi. Jadi ... hanya 2% yang menggunakan angkutan umum!

Transportasi Massal Tidak Memadai
Suatu kesalahan kaprah telah terjadi pada pengelolaan kota Jakarta yaitu sejak dini (mungkin sekitar tahun 1970-2000) tidak dipersiapkan sistem transportasi massal (publik) beserta jaringannya yang memadai, terintegrasi dan bersinergi dengan kota-kota satelit. Para pemimpin baru tersadar akan perlunya sistem transportasi massal setelah terjadi kemacetan parah dalam 10 tahun terakhir. Rencana pembangunan sistem transportasi massal di tengah kota Jakarta sudah pasti tidak akan memadai untuk mengatasi defisit transportasi akibat serbuan kendaraan dari kota-kota satelit. Mengapa demikian? karena 4 - 5 tahun yang akan datang ketika sistem transportasi massal baru saja rampung, pertambahan jumlah kendaraan di kota-kota satelit sudah jauh melesat dari perkiraan semula, melebihi ketersediaan sarana transportasi umum.

Saat ini jaringan transportasi massal yang menghubungkan Jakarta dengan Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi memang sudah ada tetapi masih sangat jauh dari kata ‘memadai’ bahkan transportasi massal yang ada sekarang telah menjadi salah satu penyebab (biang) kemacetan lalulintas! (akan dijelaskan, jadi ikuti terus tulisan ini) Keberhasilan Jakarta untuk mengurangi kemacetan lalin sangat bergantung dari keberhasilan pemerintah DKI Jakarta berkoordinasi dengan pemerintah di kota-kota satelit untuk membuat jaringan transportasi massal yang memadai, terintegrasi dan bersinergi (contoh bagus adalah sistem transportasi massal di kota-kota besar di Jepang).

Kemacetan Lalin di mata Pemerintah Pusat
Kemacetan di Jakarta bukannya tidak mendapat perhatian pemerintah, terutama setelah tahun 2010, namun pemerintah mungkin terlalu sibuk dengan banyak PR-PR yang lain. Pada awal tahun 2011 Presiden SBY telah menegaskan bahwa Jakarta harus bebas dari kemacetan lalulintas pada tahun 2020 dan harus ada kemajuan yang signifikan pengurangan kemacetan di Jakarta pada tahun 2014. Telah banyak teori, jurus, dan rencana hingga aksi nyata diajukan para ahli, tokoh, ilmuwan dan pejabat untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, namun hingga detik ini kondisi lalu lintas di Jakarta dapat kita saksikan sendiri.

Pada awal Pak Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (juga setelah jadi presiden Republik Indonesia), Pemprov DKI telah merencanakan membangun Mass rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transport (LRT) untuk mengatasi kemacetan lalulintas di Jakarta. Pembangunan LRT saat ini sedang berjalan.

A. Beberapa Definisi dan Pengertian
Pengertian Kemacetan Lalulintas
Menurut pendapat penulis, kemacetan lalu lintas (lalin) adalah suatu keadaan atau situasi yang terjadi di satu atau beberapa ruas/ruang lalu lintas jalan dimana arus kendaraan bergerak sangat lambat tidak semestinya hingga stagnan sehingga menyebabkan terganggunya aktifitas dan pergerakan pemakai jalan.

Definisi "Bebas Macet"
Perlu didefinisikan apa sich "Bebas Kemacetan Lalulintas" itu? Karena penulis belum menemukan definisinya maka penulis coba mendefinisikan menurut pengertian sendiri. Belum ada larangan orang membuat definisi, karena itu boleh donk penulis membuat definisi. Menurut penulis, yang disebut Bebas Macet Lalulintas adalah kondisi tidak terjadinya kemacetan lalu lintas dalam jangka waktu sedikitnya 3 bulan berturut-turut di suatu wilayah administrasi, misal kabupaten, kota, dan provinsi. Jadi kalau Jakarta bisa bebas macet selama 1 hari, 3 hari, atau 1 minggu pada hari-hari libur nasional, tidak bisa lantas dikatakan bahwa Jakarta sudah bebas macet.

Jenis-jenis Kemacetan Lalulintas dan Pengertiannya
Ditinjau berdasarkan karakteristiknya, ada beberapa tingkatan (gradasi) kemacetan lalulintas yang perlu dibedakan, antara lain: kekacauan lalin, lalulintas semrawut, macet total, kemacetan parah, kemacetan kronis, macet sedang, dan macet ringan. Jenis dan tingkat kemacetan di suatu ruas jalan bisa berubah-ubah tetapi pada umumnya punya kecenderungan yang dapat dibaca. Kemacetan di satu titik jalan yang dianggap tidak strategis, bila tidak segera diatasi maka akan mudah merembet/menjalar ke ruas-ruas jalan lain dalam lingkup yang luas. Petugas lalulintas yang baik akan dapat menilai dan mengantisipasi jenis-jenis kemacetan kecil yang seringkali berpotensi menjalar dalam skala yang lebih luas. Di bawah ini kita akan singgung beberapa kondisi lalulintas yang cukup 'aneh' yaitu kekacauan lalulintas, kesemrawutan lalulintas, dan kemacetan kronis.

a. Kekacauan Lalu Lintas
Kekacauan Lalu Lintas adalah suatu kondisi (jenis) kemacetan lalu lintas yang tergolong paling parah yang ditandai dengan terkuncinya pergerakan semua jenis kendaraan (termasuk gerobak dorong) di suatu atau beberapa ruas jalan. Kekacauan lalulintas dalam skala besar jarang terjadi, hanya terjadi akibat peristiwa khusus, misal: akibat matinya aliran listrik secara serentak di lima wilayah ibukota atau disebabkan adanya demonstrasi (unjuk rasa) besar-besaran secara serentak di jalan-jalan strategis. Ketika kekacauan lalulintas terjadi, berbagai jenis kendaraan tumplek jadi satu di jalan-jalan utama dan jalan raya. Dapat dikatakan semua kendaraan sulit maju, mundur atau berbalik arah karena jalurnya terkunci bahkan sampai-sampai pejalan kaki pun sulit lewat. Peristiwa kekacauan lalulintas sering menyebabkan kegeraman dan memuncaknya emosi para pengguna jalan.

b. Lalu Lintas Semrawut
Ada lagi satu bentuk kemacetan yang disebut lalulintas semrawut atau 'kesemrawutan lalulintas' yaitu suatu jenis kemacetan lalulintas yang ditandai dengan gerakan arus lalulintas yang tersendat, sering tidak searah, terdiri dari berbagai jenis kendaraan, angkutan umum yang ngetem, berbaur dengan pejalan kaki, pedagang kaki lima, ojek dan perparkiran sehingga nampak semrawut. Kesemrawutan lalulintas disebabkan adanya aktivitas berbagai jenis aktivitas kendaraan dan manusia yang tidak disiplin, tumplek di suatu ruas jalan. Biasanya disana ada aktivitas jual beli dan pemanfaatan trotoar dan bahu jalan bukan untuk keperluan yang semestinya, misalnya pasar 'tumpah', perparkiran, terminal bayangan (tempat angkot ngetem), pangkalan ojeg, dan pedagang kaki lima. Salah satu contoh lalulintas semrawut adalah pasar tumpah di depan Pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Lalu lintas semrawut banyak terjadi di pinggiran Jakarta, kondisi ini bisa bikin geleng-geleng kepala orang asing yang tidak terbiasa, tetapi bagi penduduk lokal, ah biasa ... tidak perlu didiskusikan. Ketidakdisiplinan pengguna jalan, saling serobot, ditambah tidak adanya (tidak berfungsinya) petugas pengatur lalulintas sering menambah semrawutnya lalulintas. Pada kondisi lalin semrawut, biasanya kendaraan masih dapat bergerak lambat. Contoh kesemrawutan lalin: Lalulintas di sekitar Pasar Tanah Abang, Jakarta. Setelah "dibersihkan" oleh Wagub DKI Jakarta pada bulan Juli - Agustus 2013, maka lalulintas menjadi tertib namun hanya bertahan  2 - 3 bulan saja, setelah itu semrawut kembali, banyak PKL baru nongol di bahu jalan dan mobil-mobil angkot (mikrolet) menjadikan kawasan ini sebagai terminal bayangan yang menyebabkan kemacetan kronis.

c. Kemacetan Parah
Kemacetan Parah atau kemacetan luar biasa adalah satu jenis kemacetan lalulintas dimana arus kendaraan bergerak sangat lambat. Secara hierarki, kemacetan parah merupakan "adiknya" kekacauan lalulintas. Jenis kemacetan ini sering terjadi di daerah pinggiran Jakarta terutama pada jam-jam berangkat dan pulang kantor (pagi dan sore hari), dan biasanya terjadi di persimpangan jalan-jalan yang tidak dilengkapi lampu pengatur lalu lintas dan tidak ada petugas pengatur lalulintas.  Kemacetan Parah akan bertambah parah bila pengguna jalan tidak disiplin, saling serobot, arogan, melanggar peraturan lalulintas, bersikap tidak peduli, tidak ada atau tidak berfungsinya lampu pengatur lalulintas dan petugas lalulintas.

Tapi ada juga kemacetan luar biasa (dan kronis) yang terjadi akibat fenomena double bottleneck di tengah kota, yaitu kemacetan lalin di Jalan Gatot Soebroto dari arah cawang ke arah Senayan sebelum Jembatan Semanggi yang terjadi setiap sore dan malam pada hari kerja. Bottleneck pertama, terjadi di bahu sebelah kiri jalan akibat banyaknya mobil yang berputar dari jalan Semanggi ke Jalan Jenderal Sudirman, sedangkan bottleneck kedua, terjadi di bahu sebelah kanan jalan akibat banyaknya mobil yang antri di gerbang/pintu Tol Semanggi ke arah utara. Kemacetan di Semanggi ini menjadi salah satu bukti yang paling jelas bahwa mobil merupakan sumber utama kemacetan. Slolusi untuk mengurangi kemacetan di sini adalah penutupan Pintu Tol Semanggi atau pemindahan pintu tol.

Bukti lain bahwa mobil merupakan kontributor terbesar kemacetan adalah kemacetan kronis yang terjadi di jalan tol dalam kota. Seharusnya jalan tol adalah jalan bebas hambatan (seperti yang dikatakan oleh Ahmad Dhani) tapi nyatanya koq di jalan tol banyak hambatan?) Jalan tol hanya boleh dimasuki kendaraan mobil, ini bukti nyata bahwa jumlah mobil yang beredar sudah overload

Kemacetan Parah biasanya ditandai oleh sedikitnya tiga tanda/sifat/karakteristik yaitu:
  1. Ada penyebab yang jelas, misal: terminal bayangan, pasar kaget, KLL, penyempitan jalan (bottleneck phenomenon.)
  2. Mudah menjalar/merembet ke ruang jalan lain.
  3. Tidak ada petugas lalulintas yang mengatur, atau ada petugas tapi 'hanya mengawasi.'

Kemacetan parah sering dimulai dalam skala kecil (lokal) namun penyebabnya seringkali sulit ditanggulangi (diurai) sehingga mudah menjalar dalam skala yang lebih luas ke banyak ruas jalan di sekitarnya bila tidak segera diatasi dalam waktu singkat. Untuk mengurai kemacetan parah, diperlukan orang-orang/petugas dengan kemampuan khusus. Selain itu, kemacetan parah akan semakin parah apabila dibarengi dengan turunnya hujan lebat yang mengakibatkan banyaknya genangan air sampai banjir di jalan raya. Pada saat ketiga hal tsb (kemacetan parah, hujan lebat dan banjir) terjadi bersamaan, maka jalan raya akan terasa seperti layaknya "neraka" bagi para pengendara.

d. Kemacetan Kronis
Kemacetan Kronis adalah jenis kemacetan dengan ciri arus lalulintas padat merayap, terjadi terus-menerus atau periodik pada jam-jam tertentu di suatu ruas jalan, misal hanya pada jam-jam tertentu. Tapi ada juga kemacetan kronik yang terjadi terus-menerus dari pagi sampai malam, dari hari ke hari. Bulan boleh berganti, tahun boleh berganti, Presiden, Gubernur dan Walikota boleh berganti tapi kemacetan disana tetap dipertahankan. Pengemudi yang sering melewati jalan dengan kemacetan kronis biasanya sudah paham dan tahu apa penyebab pasti kemacetan kronis tsb.

Contoh kemacetan kronis antara lain, kemacetan yang terjadi di jalur lambat (sebelum perempatan) Jalan Letjen R. Suprapto ke arah ke Pulo Gadung, tepatnya di depan ITC Cempaka Mas, di depan halte Bus Cempaka Putih Timur. Di jalan ini, bahu jalan menyempit karena disita dua jalur oleh Metro Mini (P03) dan mikrolet menjadi terminal bayangan seolah terminal Bus tanpa merek. Nampaknya tidak ada pihak yang sanggup mengatur agar terminal bayangan tsb enyah.
Gambar. Terminal Bayangan di depan ITC Cempaka Mas.                                                                               Sumber: https://www.google.co.id/maps

Contoh lain, kemacetan kronis yang terjadi setiap pagi hari di jalan Gatot Subroto arah ke Cawang. Kemacetan kronis disini disebabkan banyaknya bus kota (Kopaja, dll) yang ngetem, tepatnya di depan halte bus Gatot Subroto Jamsostek (tepat sebelum Pom Bensin)

Ada juga kemacetan kronis yang terjadi setiap pagi, sore dan malam hari di jalur lambat Jalan HR Rasuna Said (jalur lambat). Keanehan yang terjadi di jalur lambat Jl. HR Rasuna Said ini disebabkan adanya kesinambungan titik-titik bottleneck akibat pekerjaan proyek pemasangan (galian) jaringan pipa air limbah yang tidak kunjung selesai sejak tahun 2014 sampai saat ini (akhir 2015). Proyek ini terkesan tidak dikerjakan secara sungguh-sungguh, jarang dikerjakan, dan lambat.
Gambar pekerjaan galian jaringan pipa air limbah yang menyebabkan kemacetan di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Ada lagi kemacetan kronis yang terjadi di jalan Daan Mogot (arah ke Tangerang) tepatnya di seberang Terminal Kalideres. Meminjam istilah 'pasar tumpah,' maka disini masih cocok bila disebut sebagai "Terminal Tumpah." Angkot-angkot berderet-deret di bahu jalan menunggu penumpang, persis seperti di dalam terminal. Berawal dari terminal tumpah tersebut, maka terjadi kemacetan panjang di belakangnya. Tapi anehnya di dekat angkutan umum yang berderet-deret tsb ada bangunan pos jaga dan ada beberapa petugas yang bertugas namun mendiamkan saja kejadian ini. Hal ini menyebabkan timbulnya satu pertanyaan aneh pula: "Apakah tugas mengurai kemacetan sudah bukan tupoksinya petugas?"

B. Waktu dan asal kemacetan lalulintas di Jakarta
Kemacetan lalulintas ibarat penyakit kanker yang menggerogoti tubuh ibukota. Bagi warga Jakarta, tiada hari tanpa kemacetan lalu lintas, kecuali padahari-hari libur besar dan di tengah malam sampai dini hari. Warga Jakarta dan sekitarnya sudah terlalu sering (sampai bosan) mengalami betapa besarnya perjuangan untuk mencapai tempat kerja apabila keluar rumah lewat pukul 7 pagi karena kemacetan lalulintas telah dimulai sejak pukul 7 pagi (di beberapa ruas jalan sudah dimulai sejak pukul 6 pagi), puncak kemacetan terjadi pada jam jam masuk dan keluar kantor bahkan hingga pukul 10-11 malam di beberapa ruas jalan tertentu.

Mengapa kemacetan lalu lintas di Jakarta senantiasa terjadi pada jam jam yang disebutkan di atas? Sudah dijelaskan di bagian atas, yaitu adanya aktifitas proses bisnis warga Jakarta berbaur dengan warga dari luar Jakarta. Setiap pagi Jakarta “diserbu” oleh jutaan warga dari kota-kota satelit untuk mengais rezeki dan keperluan lain, seperti karyawan pemerintah dan swasta, pedagang, wira usahawan, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat lain.

Pada siang hari, kendaraan dari Jakarta berbaur dengan kendaraan dari luar Jakarta bersirkulasi di jalan untuk aneka tujuan dan keperluan. Ada yang sekedar melewati (misalnya dari Tangerang menuju Bekasi akan melewati Jakarta), tapi banyak juga yang memasuki Jakarta dan berdiam selama beberapa jam atau berkeliaran (hewan kalee ... berkeliaran?) selama beberapa jam sebelum kembali ke daerah penyanggah Jakarta dan kota-kota satelitpada sore hari. Karena kemacetan ada dimana-mana maka aktifitas "Jalan Sore-Sore" di Jakarta tidak populer.

Pada malam hari, milik orang-orang yang terlambat pulang dan orang-orang yang baru memulai aktifitas, misalnya rekreasi malam, cari angin malam, wisata kuliner, kuliah malam, dan tugas malam. Oleh karena itu, adanya operasional bus TransJakarta (ditambah Bus Trans Jabodetabek) pada malam hingga pagi hari sangat diperlukan warga. Kalau ada orang yang meragukan perlunya bus TransJakarta malam, berarti dia tidak pernah naik angkutan umum pada malam hari atau sangat boleh jadi dia tipe orang yang tidak peduli pada kesulitan orang lain.

C. Dampak Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan lalin sudah pasti menimbulkan kerugian, namun saking banyak variabel dan kemungkinannya, belum pernah (dan tidak akan pernah) ada yang dapat menghitung secara tepat jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan lalulintas. Menurut pakar lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Dr Firdaus Ali, MSc (tahun 2009), diperkirakan akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta, warga dan pemerintah mengalami kerugian yang jumlahnya mencapai sekitar Rp 28 triliun per tahun. Tahun 2015 berapa kerugiannya? 

Dampak negatif akibat kemacetan lalu lintas yang dapat dirasakan langsung atau tidak langsung, yaitu:
  • Kerugian ekonomi karena boros bahan bakar (BBM). Pada saat kemacetan, sejumlah besar BBM "dibakar" di tengah jalan oleh kendaraan secara cuma-cuma. 
  • Krisis Energi. Para pakar memperkirakan ("meramalkan") bahwa Indonesia akan mengalami krisis energi pada tahun 2025. Kita semua tahu salah satu kontributor terbesar bagi krisis energi adalah pemakaian BBM pada mobil.
  • Terganggunya jadwal bisnis dan kegiatan keluarga dengan segala macam dampak yang mengikutinya.
  • Kerugian waktu yang berdampak pada kerugian ekonomi.
  • Stress dan kelelahan dengan segala akibatnya, seperti mudah tersinggung, mudah marah, kesalahan pengambilan keputusan dan turunnya produktivitas.
  • Penurunan kualitas udara di Jakarta akibat meningkatnya kadar zat-zat pencemar utama yang berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor dengan rentetan dampak lainnya seperti penyakit dan berkontribusi pada terjadinya pemanasan global dan perubahan cuaca (climate change) dengan akibat lebih lanjut akan mempercepat pencairan es abadi di kedua kutub, puncak-puncak gunung bersalju dan pegunungan himalaya, selanjutnya terjadi peninggian permukaan air laut di seluruh dunia --> kota-kota yang berlokasi di tepi pantai mudah terkena banjir.
  • Lesunya dunia pariwisata Jakarta.
  • dan masih banyak lagi kerugian lain yang tak dapat disebutkan satu-persatu.

Dampak positif kemacetan lalu lintas:
Bila ada dampak negatif, tentu ada dampak positifnya walaupun sangat sedikit. Beberapa dampak positif kemacetan lalu lintas antara lain:
  • Menurunnya angka kefatalan akibat kecelakaan lalu lintas. Logikanya, kalau arus kendaraan berjalan sangat perlahan maka kejadian kecelakaan yang berakibat fatal akan menurun. Angka kecelakaan lalin di daerah kemacetan mungkin tetap tinggi tetapi kecelakaan tsb biasanya tidak berakibat fatal (kematian). Dampak ini masih perlu diteliti, adakah korelasi antara tingginya kejadian kemacetan lalulintas dan menurunnya angka kecelakaan lalulintas yang berakibat fatal?
  • Ajang berbisnis para pedagang kaki lima, pengemis dan pengamen serta kesempatan mencari penumpang bagi angkutan umum ketika jalan macet.
  • Kemacetan lalu lintas dapat dijadikan alasan yang paling masuk akal untuk terlambat masuk kantor, keterlambatan datang untuk memenuhi janji pada mitra bisnis (kolega), keluarga atau pacar.

D. Faktor faktor Penyebab Kemacetan Lalu Lintas
Dalam kenyataannya, penyebab macet di Jakarta selain disebabkan oleh adanya "penyerbuan" warga dari 8 penjuru setiap harinya, juga diperparah oleh faktor-faktor lain yang akan disebutkan di bawah ini (silahkan baca terus artikel ini). Oleh karena itu tidak berlebihan apabila penulis mengatakan bahwa "Jakarta tidak akan pernah bisa bebas macet sampai kiamat-pun." Secara teori, banyak faktor yang dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas.


Berdasarkan sumbernya, kemacetan lalu lintas disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu:
1. Faktor jalan raya (ruang lalu lintas jalan)
2. Faktor kendaraan
3. Faktor manusia (pemakai jalan)


Sebelum membahas ketiga faktor tersebut, kita perlu memahami beberapa istilah penting yang terkait erat dengan kemacetan lalulintas, yaitu:
  1. Overload atau kelebihan beban adalah suatu kondisi dimana volume (gabungan) kendaraan yang melintas melebihi daya tampung (kapasitas) ruang jalan.
  2. Bottleneck phenomenon atau fenomena leher botol adalah suatu kondisi dimana lebar jalan berkurang (menyempit) karena tertutup sebagian sehingga menyebabkan kemacetan lalulintas berkepanjangan.

ad. 1. Faktor Jalan Raya (ruang lalu lintas jalan)
Faktor jalan raya adalah faktor-faktor penyebab kemacetan lalulintas yang disebabkan situasi dan kondisi jalan. Yang termasuk faktor jalan raya antara lain: kurangnya kapasitas ruang jalan dibandingkan jumlah kendaraan yang melintas (dengan kata lain: terjadi overload jalan), buruknya kondisi ruang lalu lintas jalan, dan pemanfaatan yang salah terhadap ruang jalan.
 

Terbatasnya daya tampung (kapasitas) ruang lalu lintas jalan berkorelasi dengan tingginya volume kendaraan yang beredar. Buruknya kondisi ruang jalan disebabkan antara lain: adanya kerusakan infrastruktur jalan (misal: banyak lubang), ada bagian ruang jalan yang tidak dapat dipakai (misal karena ada demonstrasi/unjuk rasa, penggunaan badan jalan sebagai lahan parkir rumah makan, bengkel, praktik pasar, bongkar muat barang, pesta, perbaikan jalan, ada kereta lewat, ada kecelakaan lalu lintas (KLL atau lakalantas), unjuk rasa (demonstrasi), kerusuhan, faktor cuaca (hujan deras dan banjir), dan kesalahan tata ruang jalan (misal: tempat berputar/berbalik arah terlalu jauh, hanya ada satu-satunya dan tidak ada alternatif lain). Pemanfaatan yang keliru dari ruang jalan menyebabkan masyarakat dirugikan demi keuntungan segelintir orang, misalnya: perparkiran umum, pintu mall di tepi jalan, tidak ada lampu pengatur lalulintas di persimpangan jalan atau ada lampu pengatur lalulintas tetapi tidak berfungsi.
 

Fakta Jalur "Bus Way" (Bus Transjakarta) 
Salah satu isu kemacetan di Jakarta yang sering terlontar dari pengguna jalan adalah penggunaan jalur bus TransJakarta (bus way) menyebabkan kemacetan bertambah parah. Ada beberapa fakta tentang jalur bus Trans Jakarta (bus way): 

  • Sekelompok masyarakat terpuaskan dengan beroperasinya bus transjakarta tetapi kelompok lainnya merasa terkorbankan.
  • Banyak pihak menuding bus Transjakarta sebagai salah satu kontributor kemacetan terbesar di Jakarta. Satu realita yang tak dapat dibantah, salah satu penyebab berkurangnya lahan/ruang jalan raya di Jakarta yang memang sudah terbatas adalah pemakaian sebagian ruang jalan (terutama jalan-jalan protokol) sebagai jalur bus Transjakarta (bus way).
  • Jumlah armada bus Transjakarta masih belum mencukupi kebutuhan. Sangat nyata terlihat terutama pada jam pergi dan pulang kantor, banyak penumpang berdiri berdesak-desakkan di dalam bus Transjakarta dan di banyak halte terlihat penumpang menyemut antri berdesakan menunggu datangnya Bus Trans-Jakarta.
  • Kondisi Bus TransJakarta di beberapa koridor sangat mengenaskan, seperti kaleng rombeng berjalan, ketika TransJakarta berjalan banyak terdengar suara-suara "tikus." Pengalaman penulis di dalam Bus TransJakarta jurusan Dukuh Atas - Ragunan, tidak ada pembatasan jumlah penumpang yang naik sehingga penumpang berjejalan di dalam bus seperti ikan pepes. Bila kondisinya seperti ini maka bus-bus tersebut rentan mengalami kerusakan.
  • Bila jumlah armada bus Trans Jakarta tidak segera ditingkatkan, maka akan banyak jalur "bus way" yang tidak termanfaatkan sehingga mendorong kendaraan pribadi memanfaatkan jalurnya ketika terjadi kemacetan.
  • Sudah terlalu sering media massa melansir berita tentang kecelakaan yang berhubungan dengan bus way, walaupun sebagian besar kecelakaan tersebut bukan diakibatkan kesalahan pengemudi bus TransJakarta. Salah satu penyebab nampaknya terkait erat dengan keberadaan separator bus way yang sangat minim sehingga mudah diterobos dan dimasuki kendaraan lain dan manusia.
  • Sebagian besar separator bus way secara fisik tidak permanen, memiliki tinggi 10-15 cm, tidak terlihat jelas oleh pemakai jalan lain terutama pada malam hari sehingga sering mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalulintas yang berakibat fatal. Bagi masyarakat, separator yang 'malu-malu kucing' mengindikasikan (dapat saja diartikan) sebagai: ketidakseriusan, ketidakpedulian, arogansi, proyek ujicoba dan transisi, sementara, kurang dana, asal, atau memang sengaja dibuat tidak permanen karena kesinambungannya tidak terjamin.
  • Hal hal yang membuat nilai tambah bus TransJakarta antara lain: bus ini sangat pro kepada masyarakat golongan 'lemah' misalnya kaum perempuan dan lanjut usia (lansia), asalkan mereka mendapat duduk dan tidak berdesakan. Kelompok lemah dan kaum perempuan pelanggan angkutan umum boleh bernafas lega ketika berada di dalam Bus TransJakarta karena bus ini merupakan satu-satunya moda angkutan umum bus yang boleh dikatakan jauh lebih aman dibandingkan jenis angkutan bus lainnya. TransJakarta tidak terjamah/terpapar perokok, pengamen jalanan, pemeras berkedok pengamen, pelaku kekerasan, pemerkosa dan para pengecut lainnya.
  • Bus TransJakarta dapat kehilangan pamor apabila pelayanannya bermutu rendah. Penyebab pelayanannya bermutu rendah karena jumlah armadanya minim, terkena kemacetan lalulintas karena jalurnya tidak steril dan selalu dimasuki kendaraan lain. Pengalaman penulis, pada sore dan malam hari (antara pk. 18 - 20) bus TransJakarta memerlukan waktu 1 jam dari Cawang sampai Semanggi, dan dari semanggi sampai Grogol perlu waktu 45-60 menit. Demikian pula arah sebaliknya, pernah penulis terjebak kemacetan ketika menumpang Bus TransJakarta dari Slipi Jaya sampai Cawang yang memerlukan waktu satu setengah jam. Aneh, padahal seharusnya Bus Trans Jakarta bebas dari kemacetan. Bila terus-menerus seperti ini, maka masyarakat yang akan enggan beralih ke Trans Jakarta. 

ad. 2. Faktor Kendaraan
Faktor kendaraan adalah faktor-faktor penyebab yang bersumber dari kondisi kendaraan yang melintas di jalan. Yang termasuk faktor kendaraan antara lain: ukuran, jenis, kuantitas (jumlah), dan kualitas kendaraan yang melintas termasuk transportasi umum. Ukuran, jenis, kuantitas dan kualitas kendaraan yang melintas memengaruhi pemakaian ruang jalan. Semakin banyak jenis kendaraan berukuran besar (bongsor) yang melintas maka semakin mudah terjadi overload di suatu ruas jalan. Grafik di bawah ini menggambarkan besarnya kontribusi jenis kendaraan terhadap kemacetan lalu lintas di Jakarta.


Grafik Persentase besarnya kontribusi jenis kendaraan terhadap kemacetan di jakarta.

Penjelasan grafik di atas: Kendaraan pribadi berkontribusi 60% terhadap terjadinya kemacetan lalu lintas di Jakarta. Dapat diartikan tingkat kemacetan lalu lintas akan berkurang 60% bila kendaraan pribadi dikurangi secara signifikan. Demikian pula bila angkutan umum dapat diatur (misalnya dilarang ngetem) maka akan mengurangi tingkat kemacetan sebesar 30%, dan bila sepeda motor berlaku tertib maka akan berkontribusi mengurangi tingkat kemacetan sebesar 10 persen. 

Dapat disimpulkan bahwa mobil merupakan kontributor terbesar penyebab kemacetan lalu lintas di Jakarta, diikuti angkutan umum dan sepeda motor. Hal ini sangat jelas karena mobil alias "Si Kotak Besar Berjalan" kondisi kodratnya (ukuran body size panjang dan lebar) memang besar, dan telah terjadi peningkatan populasi mobil yang sangat pesat dalam tempo singkat. Penggunaan mobil yang tidak efisien sangat menyita ruang jalan yang memang sudah sangat terbatas. Sebuah mobil yang mogok, parkir dan bermanuver sudah dapat menyebabkan fenomena "bottleneck" yang menyebabkan kemacetan.

Yang dimaksud  penggunaan mobil yang tidak efisien adalah jumlah penumpang (termasuk pengemudi) berjumlah kurang dari 3 orang di dalam satu mobil pribadi. Contoh, penulis sering mengamati betapa banyak (walaupun tidak dihitung) mobil yang berpenghuni hanya 1 orang yaitu sopir saja tanpa penumpang. Acapkali pula penulis memergoki para 'Eksekutif muda" sedang mengendarai mobil seorang diri ditengah kemacetan lalulintas di Jakarta dan mobilnya berbadan lebar (bongsor) pula. Di dalam hati penulis berkata, "aih ... betapa boros tempat dan boros energi .... mengapa hal seperti ini 'didiamkan' saja??" (Maaf, penulis tidak bermaksud mendiskreditkan para Eksekutif muda, hanya menghimbau agar menggunakan mobil secara efisien.)

Sangat mudah untuk membuktikan bahwa pemakaian mobil pribadi di Jakarta sangat tidak efisien (inefisiensi). Penerapan Three in one di Jakarta dapat dijadikan alat ukur yang cukup valid untuk membuktikan betapa penggunaan mobil pribadi di Jakarta sangat tidak efisien. Lihat saja pada saat berlaku 3 in 1 di Jalan Gatot Subroto mulai pukul 4 sore setiap hari kerja, maka banyak mobil pribadi menghindari jalan non tol yang terkena aturan 3 in 1 sehingga tiba-tiba jalan non tol menjadi 'sepi' dari mobil pribadi, sebaliknya jalan tol dalam kota menjadi sangat padat, merayap sampai macet. Pengemudi mobil pribadi lebih memilih menggunakan jalan tol walaupun harus membayar dan masuk melalui antrean panjang untuk kemudian mengalami kemacetan di jalur tol dalam kota.


Selain itu, posisi yang salah dari mobil-mobil di jalan raya dapat meningkatkan inefisiensi ruang jalan. Bila posisi mobil tidak "segaris" maka akan tercipta ruang-ruang kosong yang tidak termanfaatkan oleh sepeda motor sebab motor menggunakan ruang-ruang 'sisa' di antara mobil-mobil. Oleh karena itu sepeda motor sebaiknya diberikan jalur khusus di lajur paling kiri atau di lajur tengah di antara jalur mobil bila jalan raya memiliki banyak lajur (penjelasannya dapat dilihat disini).

ad. 3. Faktor manusia
Faktor manusia adalah faktor-faktor penyebab kemacetan yang bersumber dari manusia selaku pengguna jalan, termasuk petugas, penyedia (provider) dan pengambil kebijakan. Perilaku pengguna di jalan jadi salah satu faktor terpenting penyebab kemacetan lalu lintas. Yang termasuk pengguna di sini adalah masyarakat pemakai jalan (supir, pengendara motor, petugas, pejalan kaki, pedagang asongan, dll). Perilaku pengguna jalan sangat mencerminkan sikap mental dan karakter suatu bangsa. Ternyata budaya korupsi (maksudnya korupsi di jalan raya, seperti suap dan sogok) punya kontribusi yang besar dalam terjadinya kemacetan lalulintas.


Penerapan yang keliru terhadap kebijakan dan undang-undang lalu lintas angkutan jalan, supir angkutan umum yang menganggap bahwa berhenti atau ngetem berlama-lama adalah hal yang biasa, petugas pengatur lalu lintas membiarkan pelanggaran lalulintas, kurangnya jumlah petugas pengatur lalu lintas, perilaku petugas, praktik pedagang kakilima, berkendara melawan arus dan berbagai praktek mafia jalanan yang membuat pemakai jalan lain dirugikan.

Kontribusi masyarakat pengguna jalan antara lain: mental, karakter, sikap, perilaku dan kebiasaan (behavior and habit) buruk ketika menggunakan jalan raya sering menyebabkan kemacetan lalu lintas bahkan membahayakan pihak lain, misal: sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri, tidak mau mengalah, saling serobot, congkak, arogan, tidak mengetahui atau tidak mau peduli bahwa gerakan (manuver)-nya mengganggu bahkan membahayakan keselamatan pengguna jalan lain. Banyak pula pengguna jalan yang berprinsip bahwa kecerobohannya bukan merupakan tanggung jawabnya melainkan menjadi tanggung jawab pihak lain, menganggap pengguna jalan lain sebagai musuh, dan pelanggaran lalulintas dianggap sebagai hal yang lumrah, biasa dan tidak memalukan.

Salah satu penyebab kemacetan terpenting adalah sikap "menghindari konflik" di jalan. Sikap menghindari konflik di jalan sudah jadi budaya para pemakai jalan di Indonesia. Sikap ini berkontribusi pada kemacetan berkepanjangan. Contoh, terjadi kemacetan panjang di suatu alur jalan yang diketahui ternyata 'hanya' disebabkan adanya seekor angkutan umum yang sedang "ngetem" di pinggir jalan sehingga menyebabkan efek bottleneck. Namun apa yang dilakukan para pengendara yang lewat disana? hanya melirik sambil lewat begitu saja seolah tak acuh. Tidak ada seorangpun yang berani menegur sang supir angkutan umum yang membuat macet berkepanjangan tsb, oleh karena itu supir angkutan umum menganggap perilakunya sebagai suatu kebenaran yang layak untuk dipertahankan dan diulangi dimana-mana. Ini terjadi akibat sikap "menghindari konflik." Seandainya saja ada banyak orang yang berani menegur atau petugas mau bertindak, tentu sang supir angkutan umum tidak akan ngetem berlama-lama disana.

Kalau tadi sudah dibahas tentang perilaku pengguna jalan, perlu juga digarisbawahi perilaku petugas. Kita sering melihat di beberapa persimpangan dan ruas jalan, banyak angkutan umum ngetem berlama-lama sehingga menyebabkan kemacetan kronis. Tapi anehnya, tidak jauh dari tempat mereka ngetem, ada beberapa petugas pengatur namun tidak melakukan pengaturan terhadap angkutan yang berhenti seenaknya. Sebaliknya petugas justru lebih memperhatikan (menilang) pelanggaran-pelanggaran kecil yang sebenarnya tidak akan membuat kemacetan karena pengemudinya (biasanya dilakukan oleh pelintas asing/baru pertama kali lewat) bisa diberi pengertian agar tidak mengulangi lagi, seperti salah jalur, berbelok tidak pada tempatnya, dan masuk jalur 'busway.' Seringkali di ujung jalur busway, kendaraan dipersilahkan masuk oleh petugas namun penerapan tidak konsekwen karena di jalur/koridor yang sama (setelah melewati beberapa persimpangan) ternyata dilakukan "razia" bagi kendaraan yang melanggar jalur busway. Pelanggaran2 seperti ini seharusnya bisa diminimalisir melalui edukasi di tempat kejadian dan bukannya ditilang.

Pertambahan Jumlah Penduduk
Faktor lain yang sangat berpengaruh sebagai penyebab kemacetan adalah pertambahan jumlah penduduk yang signifikan. Pertambahan penduduk yang pesat di DKI Jakarta disebabkan kurang optimalnya pembatasan jumlah penduduk. Tingginya angka kelahiran disebabkan tidak jalannya upaya program Keluarga Berencana, serta tingginya jumlah penduduk pendatang atau urbanisasi. Tingginya jumlah penduduk menyebabkan tinggi pula proses bisnis, tingginya proses bisnis menyebabkan tinggi pula keperluan akan transportasi. Akan tetapi tingginya keperluan akan transportasi tidak didukung oleh ketersediaan sarana dan infrastruktur transportasi yang memadai. Mari kita lihat grafik priramida penduduk di bawah ini yang menggambarkan komposisi penduduk DKI Jakarta berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin.

Grafik Pramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2010.            
Sumber: Badan Pusat Statistik, Hasil Sensus Penduduk, 2010.

Bila kita amati grafik piramida peduduk DKI Jakarta, nampak kelompok usia 0-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun dan 15-19 tahun merupakan kelompok yang tinggi jumlahnya. Apa artinya? Artinya kita dapat mengasumsikan bahwa ini merupakan efek dari kegagalan program Keluarga Berencana (KB) di DKI Jakarta (kemungkinan juga di provinsi lain) selama 2 dekade terakhir.

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), komposisi penduduk Provinsi DKI Jakarta didominasi oleh kelompok usia muda (15-19 tahun, 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun dan 40-44 tahun), ditunjukkan oleh cembungnya gambaran populasi kelompok usia muda (lihat grafik piramida penduduk di atas). Apa hubungannya dengan kemacetan lalulintas?

Kelompok usia muda merupakan kelompok orang-orang yang dinamis, mobilitas tinggi, oleh karena itu mereka memerlukan sarana transportasi yang memadai. Pada umumnya orang-orang muda lebih suka membawa kendaraan sendiri bila memungkinkan (maksudnya, bila punya uang maka tidak ada alasan untuk tidak memiliki kendaraan sendiri). Tingginya kelompok usia muda bisa juga disebabkan tingginya pendatang usia muda dari luar kota yang bermukim di DKI Jakarta dan kota-kota satelit Jakarta. Ini baru gambaran penduduk di Jakarta, belum lagi bila kita membahas komposisi penduduk di kota-kota satelit (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Dominansi kelompok usia yang manakah yang terjadi di kota-kota satelit tsb?

E. Alternatif Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta, tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang 'biasa', harus dilakukan upaya-upaya (intervensi) terobosan yang 'tidak biasa' dan perlu upaya yang (maaf) 'berbau kegilaan.' Agar tingkat kemacetan di Jakarta dapat direduksi secara signifikan, maka upaya-upaya terobosan ini harus dilakukan secara sungguh-sungguh (serius, menyeluruh, tidak setengah-setengah), tidak pilih bulu, tegas dan berani walau berisiko mendapat banyak tantangan dan pertentangan.


Upaya-upaya (intervensi) untuk mengatasi kemacetan lalulintas harus berprinsip untuk: mengurangi beban jalan, menambah kapasitas (daya tampung) ruang jalan, dan mengatur/memperlancar aliran lalulintas di ruang jalan. Upaya-upaya intervensi yang disusun berdasarkan faktor-faktor penyebab kemacetan ini sebagian besar akan berkonsekwensi/memerlukan adanya perubahan kebijakan (perda) tentang transportasi (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Berikut ini upaya-upaya yang dapat dilakukan.

1. Perbaikan faktor jalan raya
Prinsip upaya perbaikan faktor jalan raya adalah semua upaya (intervensi) dengan target kepada jalan raya yang bertujuan untuk mengurangi beban jalan raya, menambah daya muat (kapasitas) ruang jalan, meningkatkan kualitas ruang jalan, dan memperoleh atau 'merebut' kembali pemanfaatan jalan raya yang selama ini disalahgunakan atau dimanfaatkan secara keliru. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain:

  • Memperbaiki jalan yang rusak/berlubang. Jalan yang tidak mulus akan memperlambat arus lalulintas.
  • Menambah/memperbesar ruang jalan, meningkatkan efisiensi pemakaian ruang jalan. Tidak ada gunanya pelebaran jalan apabila nantinya dimanfaatkan pihak lain untuk urusan kontra lalu lintas, misal untuk dagang/usaha, PKL, perparkiran dan tempat mangkal (ngetem) angkutan umum.
  • Meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang jalan dapat dicapai dengan jalan:
  1. Melarang penggunaan jalan dan trotoar untuk berbisnis/usaha, misal: bongkar muat barang di tepi jalan, praktek pasar, berdagang di trotoar, tempat mangkal angkutan umum, dan ojek motor. Trotoar hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki. Salah satu contoh penggunaan jalan raya untuk tempat mangkal angkutan umum dan ojek sepeda motor adalah jalan di depan Mal Slipi Jaya  dan Pasar Slipi di bawah jalan layang yang sepanjang hari dimanfaatkan sebagai terminal  mikrolet, tempat mangkal bajaj dan ojek sepeda motor sehingga jalan menyempit yang diperparah dengan banyaknya sepeda motor yang berjalan melawan arus.
  2. Menertibkan pengemis, pedagang asongan dan anak jalanan beroperasi di persimpangan jalan.
  3. Menilang angkutan umum yang ngetem (mangkal) atau berhenti di sembarang tempat di bahu jalan, melarang adanya "terminal bayangan." Salah satu contoh jalan yang sangat semrawut adalah jalan Casablanca di depan terminal kampung melayu di bawah jalan layang, terutama pada sore hari disebabkan adanya terminal bayangan bagi bus dan mikrolet, banyak pedagang menggelar dagangan di bahu jalan dan trotoar, dan pangkalan ojek sepeda motor. Juga aktifitas terminal bayangan di depan ITC Cempaka Mas (Halte Cempaka Putih Timur) di Jalan Letjen Suprapto ke arah Pulogadung.
  • Mengalokasikan jalur khusus sepeda motor di jalur paling kiri. Jalur khusus sepeda motor sangat penting untuk mengurangi beban lalulintas jalan. mengurangi KLL dan pelanggaran lalulintas. Jalur Khusus Sepeda Motor memerlukan penanda/separator yang jelas, mobil tidak boleh memasuki jalur motor kecuali akan berbelok/menikung.
  • Menerapkan sistem "Tarif Jalur Padat" atau semacam Electronic Road Pricing (ERP) yang mengharuskan pengemudi membayar jika melalui ruas jalan raya tertentu pada saat lalu lintas padat.
  • Membuka jalan-jalan tembus (by pass) baru terutama di pinggiran Jakarta yang menghubungkan kota-kota satelit, misalnya jalan tembus baru yang menghubungkan Kabupaten Tangerang dengan Kebupaten Bogor, Kabupaten Bogor dengan Kebupaten Bekasi.
  • Membangun jalan-jalan layang (flyover) non tol khusus untuk transportasi massal seperti Bus TransJakarta, Kopaja, dan angkot lain. Yang paling bagus membangun flyover di atas sungai karena efisien lahan, misalnya di atas sungai Ciliwung dan kanal banjir. Contoh jalan layang di atas sungai yang perlu dipertimbangkan untuk dibangun adalah jalan layang di atas banjir kanal yang sejajar dengan jalan Sultan Agung, juga pembangunanflyover di atas kali Malang yang sempat tertunda harus dilanjutkan. Pembangunan flyover tidak memerlukan pembebasan lahan bila dibangun di atas jalan yang sudah ada.
  • Mempercepat pembangunan Mas Rapid Transit (MRT) berbasis jaringan kereta api atau sistem rel. Namun perlu diperbandingkan dan hitung ulang untung rugi pembangunan MRT antara MRT berbasis Underground Tunnel Construction (subway atau underpass) dan MRT berbasis fly over, antara lain dari sisi pembiayaan, keamanan, biaya pemeliharaan, dan daya tahan dengan memperhitungkan faktor kerentanan lapisan bawah tanah Jakarta serta mengingat Jakarta masih rentan terhadap banjir dan keberhasilan pengendalian banjir. Penulis memilih MRT berbasis flyover (jalan layang) dengan pertimbangan untuk puluhan tahun kedepan pengelola tidak perlu mengkhawatirkan jalan underpass-nya sudah tidak kedap terhadap banjir, juga dari aspek kemudahan pemeliharaan dibandingkan MRT berbasis subway.
  • 'Membersihkan' jalan raya tiga kali sehari (bahkan setiap saat pada hari kerja) dari kendaraan yang diparkir di pinggir jalan tertentu, misalnya dengan upaya sanksi denda, menderek atau merantai/menggembok roda kendaraan yang diparkir seenaknya.
  • Menghindarkan jalan kereta memotong jalan raya secara langsung dengan cara membangun flyover atau jalan terowongan (subway).
  • Melakukan rekayasa lalulintas. Yang dimaksud rekayasa lalulintas adalah upaya pengaturan kembali arus lalulintas untuk sementara waktu yang bertujuan mengurangii kemacetan lalulintas, misal dengan metode buka tutup ruang jalan, mengubah arah arus lalulintas, dan mengalihkan arus lalulintas ke jalur lain.

Intervensi pelayanan Bus TransJakarta
Ketika pertama kali dioperasikan, beberapa pihak memandang pesimis terhadap masa depan Bus TransJakarta. Akan tetapi waktu jugalah yang membuktikan bahwasanya peran Bus TransJakarta semakin vital bagi masyarakat pengguna angkutan umum di Ibukota. Nampak nyata bila kita mengamati kondisi di halte-halte bus way, demand terhadap bus TransJakarta semakin meningkat. Bus TransJakarta seharusnya dapat berkontribusi maksimal mengatasi kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta, untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya intervensi terobosan agar pelayanan Bus TransJakarta menjadi spesial sehingga masyarakat secara berangsur-angsur akan beralih ke moda transportasi umum daripada memakai mobil pribadi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

  • Menurunkan harga tiket Bus TransJakarta khusus penggunaan pada pukul 5 - 7 pagi.
  • Menambah jaringan dan armada Bus TransJakarta, dan mengatur jadwal keberangkatan BusTransjakarta secara cermat dan profesional.
  • Penambahan jaringan dan armada bus Transjakarta harus dibarengi dengan pengurangan hingga penghapusan armada bus kota reguler secara bertahap dan pasti sehingga nantinya bus kota reguler hanya ada untuk tujuan melengkapi jalur-jalur yang belum terlayani bus Transjakarta.
  • Membuat jalur 'busway' yang bebas hambatan (steril) dan tidak dapat dimasuki kendaraan lain, caranya: meninggikan separator bus way minimal setinggi 1,5 meter yang juga berfungsi untuk mengurangi penyeberang jalan menyeberang tidak pada tempatnya, menilang kendaraan yang memasuki jalur TransJakarta tanpa terkecuali, memindahkan pengoperasian Bus TransJakarta dari jalur yang sekarang digunakan (bus way) ke jalur (jalan) tol dalam kota.
  • Sejalan dengan poin di atas, menghentikan pengoperasian jalan tol dalam kota dan mengalihfungsikan untuk jalur bus Transjakarta (bus way), sedangkan jalur "Bus Way" dialihfungsikan untuk jalur sepeda motor. Bila mobil masuk ke "jalur sepeda motor" bekas bus way ini, maka harus ditilang.
  • Membuat jalan-jalan flyover baru yang diperuntukkan khusus untuk jalur beroperasinya Bus TransJakarta.
  • Memperbaiki fisik seluruh separator bus way, meninggikandan memasang tiang-tiang yang kokoh serta didukung regulasi akan memastikan status permanennya apabila jalur Bus TransJakarta tetap memakai jalur yang ada sekarang.
  • Ada dua pilihan yang paling mungkin bila nanti MRT dan atau LRT sudah beroperasi: pertama, disamping MRT dan LRT, pengoperasian bus TransJakarta sebagai substitusi dan diatur jalurnya agar tidak mengambil badan jalan umum. Kedua, setelah MRT/LRT beroperasi, pengoperasian Bus TransJakarta dihentikan. Tetapi alternatif kedua dilakukan apabila jaringan operasional MRT/LRT sudah mumpuni bagaikan jaring laba-laba yang meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta.

Membangun Sistem Transportasi Massal yang Terintegrasi dan Bersinergi di Jabodetabek
Pembangunan sistem transportasi massal harus dilakukan secara besar-besaran untuk mengejar ketertinggalan, antara lain:
  • Membangun sistem transportasi yang terintegrasi dan bersinergi antara Jakarta dan kota-kota satelit (Tangerang, Bekasi, Depok, bogor dan sekitarnya). Untuk itu perlu adanya kerjasama antara Pemda DKI Jakarta dengan Pemda Bodetabek, dan Pemda di Bodetabek harus mau bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta karena warga mereka mengais rezeki di Jakarta.
  • Membangun jalan flyover antara Jakarta-Bekasi, jakarta-Tangerang dan Jakarta-Depok untuk beroperasinya MRT, LRT, dan angkutan terintegrasi Bus TransJakarta-Tangerang, Jakarta-Bekasi dan Jakarta-Depok.
  • Terkait hal di atas, menjadi hal yang sangat strategis untuk meneruskan proyek flyover (yang sekarang terbengkalai) di atas Kali Malang untuk dipakai sebagai jalur angkutan masal terintegrasi dan bersinergi. Ternyata, pembangunan flyover ini sedang dilaksanakan sekarang. Namun yang harus diingat oleh pemerintah adalah, peruntukan flyover ini sebaiknya hanya untuk angkutan massal, jangan pernah digunakan untuk mobil pribadi. Untuk sepeda motor mungkin masih relevan, dan bila motor lewat flyover ini. cukup fair bila pengendara sepeda motor dikenakan tarif tol.

2. Perbaikan faktor kendaraan
Prinsip upaya perbaikan faktor kendaraan adalah semua upaya dengan target kepada kendaraan yang ditujukan untuk mengurangi beban jalan raya dengan jalan membatasi volume kendaraan yang melintasi jalan, memperbesar daya muat orang (penumpang) dan atau barang yang dapat diangkut, dan menurunkan tingkat emisi gas buang kendaraan bermotor. Dasarnya adalah: tujuan dari adanya jalan raya adalah untuk memindahkan orang dan barang, bukan kendaraan. Kendaraan hanya sekedar menjadi alat pengangkut.

Upaya-upaya untuk membatasi jumlah dan volume kendaraan, memperbesar daya muat orang dan atau barang hendaknya lebih dikonsentrasikan pada intervensi yang ditujukan kepada kendaraan jenis mobil pribadi dan angkutan umum. Sedangkan intervensi pada pengendara sepeda motor, berupa penerapan peraturan yang lebih ketat, yang melanggar harus ditindak tegas, upaya ini untuk mengurangi kesemrawutan lalulintas dan mengurangi kejadian kecelakaan lalulintas.

Upaya-upaya pada faktor kendaraan bertujuan membatasi penggunaan mobil pribadi dan mangajak masyarakat untuk lebih memilih moda transportasi umum ketimbang memakai mobil pribadi. Upaya yang dapat ditempuh antara lain:

  • Membatasi secara sungguh-sungguh penjualan mobil kepada penduduk di wilayah Jabodetabek, diperlukan kerjasama antara Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan Pemerintah Daerah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Masyarakat di wilayah Jabodetabek yang ingin membeli mobil baru harus seizin Gubernur atau walikota setempat.
  • Menerapkan kebijakan "Nopol (TNKB) Ganjil Genap." Bila kurang efektif, terapkan saja Sistem Shift pengoperasian mobil menjadi 3 - 4 kelompok.
  • Membatasi jumlah maksimum armada angkutan umum per trayek yang boleh beroperasi.
  • Mengurangi jumlah angkutan umum secara bertahap hingga menghapus dari ibukota bila LRT, MRT dan jaringannya sudah terbangun.
  • Membatasi penggunaan mobil pribadi. Cara pembatasannya bisa bermacam-macam, misalnya: pembatasan usia mobil yang boleh berlalu-lalang berdasarkan tahun keluaran mobil, penerapan nomor genap dan nomor ganjil plat nomor kendaraan yang boleh berkeliaran di jalan ibukota, menerapkan "Zona Bebas Mobil" pada ruas jalan dan hari-hari tertentu sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran udara, menggalakkan pariwisata, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
  • Melarang beroperasinya mobil pribadi 'berbadan lebar' (bongsor) pada hari kerja (senin sampai jumat).
  • Menurunkan inefisiensi penggunaan mobil pribadi dengan cara memaksimalkan jumlah penumpang yang dapat diangkut pada mobil pribadi di ruas jalan tertentu pada hari-hari dan jam tertentu, misal: penerapan five in one (bukan three in one seperti sebelumnya) pada jalur-jalur sangat padat.
  • Memperluas area dan waktu penerapan 3 in 1 secara signifikan. Misalnya: penerapan 3 in 1 di seluruh jalan protokol.
  • Sejalan dengan pembatasan penggunaan mobil pribadi, harus diikuti dengan upaya-upaya peningkatan kuantitas dan kualitas layanan angkutan umum, antara lain: menambah atau mengurangi jumlah armada pada suatu trayek sesuai kebutuhan, memperbaharui (peremajaan) armada, memberikan penyuluhan kepada para sopir angkutan umum tentang cara mengemudi yang baik, juga sangat penting meningkatkan keamanan di dalam angkutan umum (sudah menjadi rahasia umum dan momok bagi masyarakat: pemerasan, perampasan, pencopetan, pemaksaan dan kekerasan terhadap penumpang angkutan umum dengan sasaran utama terbanyak kelompok lemah seperti kaum wanita dan anak-anak).
  • Melarang truk (terutama truk tronton) melintasi jalan di dalam kota Jakarta, termasuk tidak boleh melintasi jalan layang (flyover), tol atau non tol.
  • Menerapkan kebijakan yang mengatur tingkat emisi gas buang kendaraan bermotor, termasuk melarang beroperasinya angkutan bajaj dan sepeda motor bermesin 2 tak.
  • Mulai merintis penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) bagi kendaraan. Banyak keuntungan dari penggunaan BBG, antara lain akan sangat mengurangi polusi udara, mengurangi tingkat kecepatan kendaraan sehingga mengurangi pula tingkat kecelakaan lalulintas, menghemat devisa walaupun investasi awal tinggi tetapi keuntungan yang tinggi menanti dimasa depan. Untuk pembelajaran dalam penerapaan BBG, kita dapat mencontoh negara Cina.
  • Bila kita ingin melihat wajah ibukota yang "berbeda," dapat pula diterapkan di Jakarta 1 hari dalam setiap bulan sebagai "Hari Tanpa Mobil," dan untuk alasan keadilan diterapkan pula 1 hari lainnya sebagai "Hari Tanpa Sepeda Motor." Dengan demikian kita mengharapkan para pemakai mobil pribadi dan sepeda motor untuk sekali dalam sebulan 'mencicipi' angkutan umum.

3. Perbaikan faktor manusia (pemakai jalan)
Prinsip upaya perbaikan faktor manusia adalah semua intervensi dengan target kepada manusia selaku pemakai jalan (mulai pejalan kaki, pengendara, termasuk tukang ojek, tukang parkir, pedagang kaki lima, pedagang asongan, petugas dan provider). Tujuannya adalah merubah sikap, kebiasaan dan perilaku (habits and behaviors) yang selama ini keliru diterapkan. Intervensi untuk perbaikan faktor manusia akan terkait dengan sektor lain (lintas sektor) seperti Pendidikan, Kesehatan, dan BKKBN, misalnya: memasukkan pelajaran tentang kedisiplinan berlalulintas ke dalam kurikulum di seluruh jenjang pendidikan nasional, menghidupkan kembali (intensifikasi) Program Keluarga Berencana (KB) di wilayah Jabodetabek untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.


Untuk merubah sikap, perilaku dan kebiasaan masyarakat tidak semudah membalik telapak tangan tetapi memerlukan waktu panjang dan berkesinambungan. Upaya ini dapat  pula dilakukan antara lain melalui promosi di media elektronik, surat kabar, memberi contoh yang baik disamping menerapkan sanksi tegas (untuk 'shock therapy') bagi para pelanggar terutama pengemudi sepeda motor yang sering kedapatan melanggar aturan lalulintas. Masyarakat tidak akan mudah berubah tanpa adanya intervensi langsung dari petugas, oleh karena itu yang terpenting Petugas/Polisi Lalu lintas sebagai penegak keadilan di jalan raya harus mampu menegakkan keadilan di jalan tanpa pandang bulu (pilih kasih), menindak tegas para pelanggar termasuk:
  • Penyerobot lampu merah dan rambu lalulintas lainnya.
  • Pengendara sepeda motor yang melawan arus, tidak memakai helm dan melanggar rambu/aturan lalu lintas.
  • Pengendara sepeda motor yang memotong jalan (by pass) dengan cara melawan arus, membahayakan pengendara lain, dan menambah kesemrawutan dan kemacetan.
  • Pengendara yang berhenti di tempat yang dilarang.
  • Pengendara yang parkir di tempat yang tidak diperbolehkan.
  • Pejalan kaki yang menyeberang di tempat yang tidak diperbolehkan untuk menyeberang.
  • Pedagang asongan, pengemis, anak jalanan.
  • Membersihkan angkutan umum dari orang-orang pengecut yang mencari nafkah melalui cara-cara kekerasan (pencopet, penodong, pengancam, dan perampas harta penumpang).
  • Menerapkan peraturan secara tegas, konsekwen dan tidak 'pilih kasih,' misal: penerapan sanksi secara konsekwen dan ketat kepada pengendara mobil, angkutan umum dan sepeda motor tanpa pilih kasih, penerapan 'denda' yang tinggi kepada semua pelanggar undang-undang lalu lintas (termasuk pembuang sampah ke jalan).
  • Peran petugas sangat dominan untuk mengurai kepadatan lalu lintas. Petugas sebaiknya tidak hanya menunggu di titik-titik yang sering terjadi pelanggaran lalulintas tetapi juga harus gesit (mobile) dalam mencari dan mengurai sumber (titik-titik) kemacetan lalulintas.
  • Menggalakkan kembali Program Keluarga Berencana (KB) di Jabodetabek yang sudah mulai mengendur dalam 2 dasawarsa terakhir.
  • Menghambat/mengurangi masuknya penduduk pendatang dengan tujuan menetap ke DKI Jakarta.

Peran petugas pengatur lalulintas sangat vital dalam mengatasi kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas akan sangat berkurang apabila banyak petugas yang bekerja serius dengan niat melayani dan mengayomi masyarakat. Peran provider dalam merilis regulasi juga sangat menentukan keberhasilan pengendalian kemacetan lalu lntas.
 
Upaya lain yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Menerapkan undang-undang lalu lintas angkutan jalan secara konsekwen.
  2. Menambah jumlah personel pengatur dan polisi lalulintas di depan mall yang sering menyebabkan macet.
  3. Menambah jumlah personel pengatur dan polisi lalulintas terutama pada jalan-jalan rawan macet pada jam-jam pergi dan pulang kantor.
  4. Mengatasi banjir yang menjadi masalah besar bagi Jakarta.
  5. Menggalakkan kembali program Keluarga Berencana di DKI Jakarta (atau seluruh Jabodetabek)
  6. Memindahkan Ibukota Indonesia dari Jakarta ke kota lain, misal ke luar pulau Jawa.
  7. Mengeluarkan kebijakan yang melibatkan sektor lain, misal: penerapan waktu pulang dan pergi kerja dan sekolah tidak berbarengan tetapi diatur berdasarkan kebutuhan dan situasi kepadatan lalu lintas di suatu kawasan dimana waktu pergi dan pulang dapat diatur secara bergilir.
  8. Menerapkan tiga atau empat hari kerja dalam seminggu yang harinya diatur secara bergantian dan berbeda-beda di setiap kawasan, dengan berpedoman pada prinsip untuk mengurangi kemacetan lalu lintas.
  9. Menerapkan kerja jarak jauh dan pendidikan jarak jauh melalui pemanfaatan teknologi komunikasi (IT).
  10. Mengalokasikan (membuat) tempat khusus untuk joki three in one berpraktik agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas dan dapat mengurangi angka pengangguran di Jakarta.
  11. Menggalakkan penyuluhan (promosi) tertib lalulintas melalui media massa terutama televisi.

F. Kesimpulan
Penyebab kemacetan lalu lintas di Jakarta sangat kompleks (banyak faktor yang menjadi penyebab), yang terutama adalah tingginya aliran kendaraan yang berasal dari dan ke daerah penyanggah dan kota-kota satelit (Depok, Bogor, Bekasi, Tangerang, Jawa Barat dan sekitarnya). Oleh karena itu, kemacetan lalulintas di Jakarta akan terus terjadi dan sangat sulit diatasi selama kota-kota satelit terus berkembang. Beberapa persoalan pokok (issue) terpenting penyebab kemacetan yaitu:

  1. Penyerbuan ke Jakarta dari kota-kota satelit dan daerah penyangga Jakkarta setiap hari
  2. Pertambahan penduduk di wilayah Jabodetabek menyebabkan peningkatan pertumbuhan proses bisnis dan peningkatan kebutuhan transportasi, akibatnya pembelian kendaraan (mobil dan motor) meningkat --> populasi kendaraan meningkat pesat. Penyebab pertambahan jumlah penduduk: banyak pendatang dan tingginya angka kelahiran (penyebabnya kemungkinan besar karena Program KB tidak jalan!)
  3. Belum dibangunnya sistem transportasi terintegrasi dan bersinergi di DKI Jakarta (dengan kota-kota satelit)
  4. Jumlah mobil pribadi tidak seimbang dengan (melebihi) volume ruang jalan
  5. Tidak ada penambahan ruang jalan yang signifikan di Jabodetabek untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan populasi kendaraan. Akibatnya terjadi overload pemakaian ruang jalan atau terjadi krisis lahan jalan.
  6. Pemakaian mobil pribadi yang tidak efisien (inefficient).

G. Solusi instan mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta
Pemerintah DKI Jakarta saat ini tengah melakukan pembangunan sistem transportasi massal secara besar-besaran. Namun jangan dulu bermimpi bahwa apabila nanti pembangunan ini sudah rampung dan beroperasi lantas kemacetan di Jakarta akan langsung berkurang. Transportasi massal boleh saja siap pakai tapi kalau para pemilik kendaraan tetap tidak mau keluar dari kendaraan pribadinya dan beralih ke angkutan massal, yah gak ada gunanya sistem transportasi massal yang dibangun dengan uang ratusan trilyun tsb. Untuk itu pemerintah harus berlaku tegas dan tidak setengah-setengah untuk mengupayakan agar para pemilik kendaraan pribadi mau meninggalkan kendaraannya dan menaiki angkutan massal dengan cara, antara lain:
  1. Membatasi secara signifikan mobil yang boleh berkeliaran di Jakarta.
  2. Meningkatkan efisiensi penggunaan mobil pribadi.
  3. Bekerjasama dengan pemerintah kota-kota satelit untuk bersama-sama menerapkan pembatasan penggunaan mobil pribadi.

Penerapan:
1. Mengurangi beban jalan raya setengah sampai dua-pertiganya melalui pengendalian mobil pribadi.
Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta (dan sekitarnya) maka mutlak diperlukan kebijakan yang mengatur pengurangan beban jalan raya separuhnya. Keluaran (output) dari kebijakan ini adalah pengurangan mobil pribadi yang boleh mondar-mandir di jalan-jalan di seluruh wilayah Jakarta. Cara yang paling efektif adalah:
  • Menerapkan kebijakan three in one di seluruh jalan di ibukota tanpa kecuali dan menerapkan five in one di seluruh jalan protokol di ibukota.
  • Memberlakukan kebijakan nomor ganjil-genap akan mengurangi separuh (50%) mobil yang bisa berkeliaran di jalan-jalan ibukota (DKI Jakarta). Tapi perlu dilakukan antisipasi terhadap kemungkinan praktek trik 1 mobil punya 2 nomor, dengan cara antara lain: menempelkan sejenis stiker (yang tidak bisa dipalsu) di kaca depan & belakang mobil, stiker nomor 1 berarti ganjil dan nomor 2 berarti genap, dengan demikian nomor ganjil dan genap lebih mudah dipantau pada malam hari.
  • Bila ganjil-genap kurang berjalan, terapkan saja pembagian mobil yang boleh beroperasi dalam 3 sampai 4 kelompok per minggu, misal: nomor belakang 0 - 3 untuk hari senin, nomor belakang 4 - 6 untuk hari Selasa, nomor belakang 7 - 9 untuk hari rabu, dst.
  • Pembatasan mobil yang boleh berkeliaran di ibukota harus dibatasi sekarang juga tanpa harus menunggu tersedianya jumlah angkutan umum yang memadai. Kenapa? Karena ada tidaknya angkutan umum tidak akan membawa pengaruh bagi orang-orang egois (yang selalu mengendarai mobil sendirian). Mereka selalu punya cara untuk berlaku egois di jalan raya, lagi pula tidak ada gunanya karena mereka sudah bertekad tidak akan menggunakan angkutan umum, kecuali performa angkutan umumnya sangat luar biasa macam di Jepang.
  • Menerapkan pajak progresif yang sangat progresif bagi pemilikan mobil lebih daru satu
  • Membatasi secara ketat pembelian mobil baru oleh masyarakat Jabodetabek.
  • Bila penerapan kebijakan three in one atau five in one dibarengi dengan ganjil genap maka tingkat keberhasilannya semakin tinggi. Pemakai mobil egois (1 mobil berisi 1 orang doank) cuma bisa geleng-geleng kepala nantinya.

2. Kerjasama antar Pemda DKI Jakarta dengan Pemda kota-kota satelit untuk mewujudkan sistem transportasi yang terintegrasi dan bersinergi.
Pemerintah Daerah kota-kota satelit Jakarta seharusnya menyadari bahwa warga mereka banyak yang mengais rezeki di ibukota, oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah daerah men-support warganya dengan penyediaan angkutan umum yang memadai dari dan ke ibukota, dan dengan ikhlas mau bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta untuk membangun sistem transportasi yang terintegrasi dan bersinergi. Satu hal yang bagus, saat ini sudah dirintis sistem transportasi terintegrasi yang bernama Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway Transjakarta (APTB). Angkutan terintegrasi seperti ini harus ditingkatkan lagi dengan moda lain seperti MRT, LRT, dan railway.

3. Menambah kuantitas dan kualitas pelayanan angkutan umum dalam kota.
Pelayanan angkutan publik dalam kota harus ditingkatkan agar masyarakat beralih menggunakan moda transportasi umum, misal: penambahan armada bus Transjakarta, jalur bus Trans Jakarta harus steril dari kendaraan lain terutama mobil pribadi, memindahkan pengoperasian bus Transjakarta ke jalur tol dalam kota, membangun jalan baru untuk jalur busway, membangun moda transportasi lain berbasis flyover dan subway. Seiring dengan itu, mengurangi pengoperasian angkutan umum bus reguler seperti PPD, Bianglala, Metromini dan Kopaja yang menjadi salah satu biang kemacetan lalulintas.

4. Membangun jalan-jalan layang (flyover) baru sebanyak mungkin untuk angkutan umum.
Membangun jalan baru atau melebarkan jalan sebenarnya bukan solusi yang terlalu baik karena selebar apapun jalan raya, akan selalu dilalap habis oleh mobil yang jumlahnya 'unlimited '. Membangun flyover di atas jalan yang telah ada atau di atas sungai/kanan merupakan cara efektif karena tidak perlu pembebasan lahan milik masyarakat. Di ruang mana paling ideal flyover akan dibangun? Tempat flyover yang paling ideal adalah di atas sungai-sungai dan banjir kanal, contoh: di atas banjir kanal yang melintasi (paralel) dengan jalan Sultan Agung di Jakarta Selatan, di atas Kali Malang yang menghubungkan Jakarta - Bekasi (memanfaatkan proyek flyover sebelumnya yang terlantar), juga membangun flyover di atas jalan non tol seperti Flyover Casablanca yang menghubungkan Jalan KH Mas Mansyur dan Jalan Prof Satrio. Namun membangun flyover seharusnya memakai target waktu dan tidak memakan waktu yang lama karena dapat menimbulkan problem baru berupa kemacetan lalu lintas ketika flyover dibangun.

Untuk apa flyover dibangun? bisa dipilih apakah dimanfaatkan untuk jalur bus Transjakarta atau untuk jalur kendaraan pribadi (non tol). Bila dimanfaatkan untuk jalur kendaraan pribadi, maka proyek tersebut lebih banyak mubazirnya seperti yang terjadi pada flyover Casablanca, yaitu pengeluaran dan pengorbanan tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Nyatanya kemacetan di bawah jalan flyover semakin menggila, sementara itu pemanfaatan flyover kurang maksimal, terlihat dari jarangnya mobil yang melintas di jalan flyover. Mungkin manfaat flyover Casablanca bisa ditingkatkan bila sepeda motor diperkenankan melintasi flyover asalkan diberi peringatan batas kecepatan tertinggi untuk mengurangi risiko kecelakaan.

Prioritas Intervensi segera
     Usulan-usulan di atas sebenarnya memiliki prioritas yang kurang lebih sama untuk segera direalisasikan mengingat tingginya tingkat keparahan kemacetan lalu lintas di Jakarta. Namun penulis mengusulkan satu jenis intervensi yang harus diperioritaskan bila Pemerintah ingin mendapatkan hasil yang cepat (instan) dan maksimal asalkan dijalankan dengan baik, ibarat pepatah 'sekali mendayung 5 pulau terlampaui." Bila intervensi ini dilaksanakan dengan baik, serius dan benar maka dapat menjadi kunci keberhasilan bagi Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi kemacetan lalulintas. Biarlah masalah banjir belum terselesaikan (tertunda) akan tetapi bila masalah kemacetan lalulintas dapat teratasi maka sedikit banyak akan membawa pada keharuman nama pemimpinnya. Intervensi yang harus diprioritaskan adalah PENGATURAN PEMAKAIAN MOBIL PRIBADI SECARA EFISIEN MELALUI KEBIJAKAN NOPOL GANJIL-GENAP BAGI MOBIL dan THREE IN ONE DI SELURUH JALAN DI WILAYAH DKI JAKARTA.


Tidak sulit untuk tidak meragukan bahwa pemakaian mobil pribadi yang tidak efisien berkorelasi dengan kemacetan lalulintas. Untuk ukuran Jakarta, mobil pribadi dikatakan tidak efisien bila jumlah penumpang kurang dari 3 atau 5 dan bila mobil itu berukuran lebar/besar (bongsor).

Untuk mengatasi pemakaian mobil pribadi yang tidak efisien, penulis mengusulkan 3 prioritas intervensi yang harus segera diberlakukan yaitu:
1) Menerapkan three in one di seluruh jalan di ibukota dan five in one di seluruh jalan protokol setiap hari mulai pk. 6 pagi hingga pk. 9 malam.
2) Melarang dijualnya mobil berukuran lebar (bongsor) dan menerapkan pajak kendaraan super progresif sebesar 5-10 kali lipat dari biasanya terhadap kendaraan-kendaraan pribadi berukuran besar.
3) Menerapkan kebijakan nomor ganjil dan nomor genap plat nomor kendaraan mobil pribadi yang boleh berkeliaran dengan selang 1 hari.


Sebelum menerapkan, ada baiknya dilakukan pengkajian (pembuktian) dengan cara melakukan semacam percobaan (eksperimen) terlebih dahulu. Eksperimen tidak perlu makan waktu yang lama, cukup satu dua minggu saja, secara mendadak dan tidak perlu persiapan yang lama, cukup disosialisasikan kepada masyarakat satu minggu sebelum pelaksanaan. Instruksikan bahwa misalnya pada hari senin, rabu dan jumat, hanya mobil pribadi dengan nomor (plat nomor) ganjil yang boleh beredar di jalan raya ibukota (Jakarta) sedangkan pada hari selasa, kamis dan sabtu hanya boleh beredar mobil pribadi dengan nomor genap. Lihat hasilnya, kemudian lakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil eksperimen tersebut yang bermanfaat untuk membuat perencanaan tentang kemungkinan penerapan pada masa mendatang.

Apabila intervensi di atas diterapkan secara konsekwen, ditambah penerapan kebijakan membatasi atau melarang kepemilikan mobil baru oleh masyarakat Jabodetabek maka secara pasti kemacetan lalin di Jakarta dapat terurai. Di lain sisi, sementara intervensi dilakukan, sejalan dengan itu (secara paralel) Pemerintah harus memperbaiki kualitas dan kuantitas pelayanan angkutan umum, melakukan penertiban secara sistematis, tegas, tidak pandang bulu, membersihkan semua 'benalu' yang merongrong kualitas angkutan umum termasuk 'mafia' yang melakukan 'pungutan liar' kepada angkutan umum. 


Cara Pamungkas mengatasi Kemacetan lalulintas di Jakarta
Apabila penerapan nopol ganjil-genap dikemudian hari tidak mempan untuk mengatasi kemacetan lalin, maka bisa ditempuh cara pamungkas (yang sedikit gila) yaitu pembagian jatah populasi mobil yang boleh berkeliaran dibagi menjadi 3-4 kelompok. Metode penerapannya kira-kira sbb:
  1. Hari Senin dan Kamis: mobil yang boleh berkeliaran adalah mobil yang memiliki nopol dengan digit terakhir (nomor ekor) 1, 2 dan 3.
  2. Hari Selasa dan Jumat: mobil yang boleh berkeliaran adalah mobil yang memiliki nopol dengan digit terakhir nomor 4, 5 dan 6.
  3. Hari Rabu, Sabtu dan Minggu: mobil yang boleh berkeliaran adalah mobil yang memiliki nopol dengan digit terakhir nomor 7, 8, 9 dan 0.

Untuk memudahkan pemantauan, masing-masing kelompok mobil bisa ditandai dengan stiker "A" "B" dan "C"  Setiap mobil bisa menukar jadwal dan kelompoknya sebulan sekali sesuai kebutuhan tapi tetap dijaga secara proporsional/seimbang. Bila cara ini nantinya menjadi kurang efektif, bisa diubah menjadi 4 (bahkan 5) kelompok asalkan tujuan tercapai yaitu jalan raya tidak macet.

Demikianlah opini berbau analisis ini, semoga bermanfaat untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta.


sumber :http://www.infodokterku.com/index.php/en/90-daftar-isi-content/macam-macam-info/transportasi/137-faktor-faktor-penyebab-kemacetan-lalu-lintas-di-jakarta-dan-alternatif-pemecahan-masalah-sebelum-kiamat-jakarta-pasti-bisa-bebas-macet-lalu-lintas