Sejarah Ekonomi Indonesia
1.
Era
Pra kolonialisme
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara
atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa
di pulau Jawa dan
Sumatra atau Swarna dwipa
sekitar 200 SM . Bukti fisik awal yang
menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme
pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan
Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat
dan Kerajaan Kutai di pesisir
Sungai Mahakam , Kalimantan .
Pada tahun 425 agama
Buddha telah mencapai wilayah
tersebut.
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan
bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan
dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7
hingga abad ke-14 , kerajaan
Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah
Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang
sekitar tahun 670 .
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat
dan Semenanjung Melayu . Abad
ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu
di Jawa Timur , Majapahit . Patih Majapahit antara tahun 1331
hingga 1364 , Gajah Mada
berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya
adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa
Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang
terlihat dalam wiracarita Ramayana .
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar
Nusantara; hal ini, karena para penyebar
dakwah atau mubaligh
merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia , maka untuk menghidupi diri dan
keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para
mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para
pedagang dari penduduk asli,
hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya,
karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama
baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai , Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan
negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram
, Kerajaan Iha , Kesultanan Ternate dan
Kesultanan Tidore di Maluku .
2.
Sistem
Monopoli VOC
Tujuan
utama V.O.C/kompeni adalah mencari keuntungan dengan jalan berdagang, tetapi
karena dalam perdagangannya selalu berusaha untuk mendapat monopoli, dan tidak
menghendaki perdagangan yang bebas dimana tiap-tiap orang leluasa dapat
melakukan jual-beli, dengan sendirinya perdagangan Kompeni selalu mendapatkan
pertentangan dan mau tidak mau akan selalu bergandengan dengan peperangan, yang
mengacaukan keamanan dan perdagangan.
Monopoli
yang menjadi politik dagang kompeni, adalah jalan untuk menolak segala
persaingan dan perdagangan, sehingga ada kemungkinan mendapat keuntungan
sebesar-besarnya. Dengan jalan monopoli itulah Kompeni dapat menguasai harga
pembelian dan harga penjualan. Tetapi disisi lain monopoli menimbulkan
permusuhan.
Boleh
dikatakan semua peperangan yang terjadi antara Kompeni/V.O.C. dengan raja-raja
di Indonesia tahun 1800 disebabkan karena politik dagang monopoli. Sistem monopoli melemahkan perdagangan dan
tenaga rakyat. Kemudian raja-rajanya diikat dengan perjanjian-perjanjian. Jika
perjanjian-perjanjian itu belum memberikan hasil yang memuaskan, maka seluruh
negeri dikuasainya.
Para
Saudagar-saudagar besar seperti Balthasar de Moucheron, Pieter Lyntgens, dan
Izaak le Maere muncul keinginan pada diri mereka untuk mematahkan hak monopoli,
yang dipandangnya kurang adil itu. Mereka berencana mendirikan sebuah
perserikatan dagang dengan bantuan Perancis. Raja Perancis Hendrik IV dan
konsulnya di negeri Belanda Jeannin, ingin mempunyai kompeni dagang dengan
pimpinan orang-orang Belanda, yang telah mempunyai nama dalam pelayaran dan
perdagangan. Tetapi konsul Belanda di Paris, Francois Aerssens dapat membelokan
perhatian raja ke arah lain, yaitu mendirikan kompeni Hindia-Barat, sehingga
dengan berdirinya kompeni itu V.O.C terhindar dari bahaya persaingan.
Tuan-tuan/Heeren
XVII itu pernah mengatakan : "Kalau menurut pendapat tuan-tuan (pemimpin
kompeni/V.O.C di Jakarata) orang sipil itu tidak dapat hidup kalau tidak
berdagang, maka seharusnya mereka jangan tinggal di Batavia, sebab kalau diantara dua pihak harus ada yang
menderita, orang sipillah yang harus menderita bukan Kompeni. Peringatan kami
yang terpenting dan yang terakhir, terletak dalam menjalankan kewajiban yang
menguntungkan Kompeni".
3.
Sistem
Tanam Paksa
Sistem
Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun
1830 yang mewajibkan setiap desa
menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi ,
tebu , dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada
pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen
diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah
harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah
yang menjadi semacam pajak.
Tanam
paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda .
Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem
monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan
negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib
menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan
sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam
paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan
kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga
1940 .
Cultuurstelsel
kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU
Gula 1870 , yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan
Indonesia.
Dengan
mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya. Bila
pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak
tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang,
desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.Sistem
tanam paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830
sampai tahun 1835 . Menjelang
tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa .
Bagi
pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena
antara 1831 - 1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri,
melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda.
Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari
Batavia. Pada 1860-an , 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia
Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya,
membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda
pun mengalami surplus.
Akibat
tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung.
Pada tahun 1843 , muncul bencana
kelaparan di Cirebon , Jawa Barat . Kelaparan juga melanda Jawa Tengah , tahun 1850 .Sistem tanam paksa yang kejam ini,
setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, akhirnya
dihapus pada tahun 1870 , meskipun untuk
tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915 . Program yang dijalankan untuk
menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam
UU Agraria 1870 .
Berikut
adalah isi dari aturan tanam paksa:
§ Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah
pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari
tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
§ Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak,
karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
§ Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya
dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik
pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
§ Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk
Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga)
bulan
§ Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan
kepada rakyat
§ Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan
karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di
tanggung pemerintah Belanda
4.
Sistem
Ekonomi Kapitalis Liberal
Kapitalisme
atau Kapital adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat
produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan
dalam ekonomi pasar. Pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat
melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah
dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Walaupun
demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa
diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah
sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada
masa perkembangan perbankan komersial
Eropa di mana sekelompok individu
maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat
memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal , seperti tanah
dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke
barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus
mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan
juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Kapitalisme
memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak ditemukannya sistem perniagaan
yang dilakukan oleh pihak swasta. Di
Eropa , hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal
kapitalisme. Saat ini, kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai suatu
pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan kapitalisme
dengan sosialisme tanpa adanya pengubahan menjadikan
kapitalisme lebih lunak daripada dua atau tiga abad yang lalu.
Istilah
kapitalisme, dalam arti modern, sering dikaitkan dengan Karl Marx . Dalam magnum opus Das Kapital , Marx menulis tentang "cara
produksi kapitalis" dengan menggunakan metode pemahaman yang sekarang
dikenal sebagai Marxisme . Namun,
sementara Marx jarang menggunakan istilah "kapitalisme", namun
digunakan dua kali dalam interpretasi karyanya yang lebih politik, terutama
ditulis oleh kolaborator Friedrich
Engels . Pada abad ke-20 pembela sistem kapitalis sering menggantikan
kapitalisme jangka panjang dengan frase seperti perusahaan bebas dan perusahaan
swasta dan diganti dengan kapitalis rente dan
investor sebagai reaksi terhadap
konotasi negatif yang terkait dengan kapitalisme.
5.
Era
Pendudukan Jepang
Penjajahan
Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17
Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Presiden RI
Soekarno. Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi
Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor
untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk
mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang
memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang
sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang
pada Maret 1942.
Pada
Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik
dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi
oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang
di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status
sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam
peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Latar belakang Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe
sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan
militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak
pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan
Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya
alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi,
yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk
keperluan perang.
Admiral
Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang
yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua
operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk
(pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20
kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65
kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk,
2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal
7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika
Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia
Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795
pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral
Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari
minggu pagi tanggal 7 Desember 1945, 360 pesawat terbang yang terdiri dari
pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua
gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang
besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut
juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika
tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika
selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember
1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Tujuan
Jepang menyerang dan menduduki Hindia-Belanda adalah untuk menguasai
sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang
serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi
seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak
utama.
6.
Cita-
cita Ekonomi Merdeka
Perekonomian
global sedang anjlok. Namun, pada saat bersamaan, perekonomian Indonesia justru
tumbuh. Memasuki tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 6,5
persen. Lalu, juga pada tahun 2013
mendatang, PDB Indonesia diperkirakan 1 Triliun USD.
Gara-gara
angka-angka di atas, banyak orang terkesima dengan performa ekonomi Indonesia.
Banyak yang mengira, dengan pertumbuhan ekonomi sepesat itu, bangsa Indonesia
sudah sejahtera. Lembaga rentenir Internasional, IMF (Dana Moneter Internasional),
turut terkesima dan memuja-muja pertumbuhan itu.Namun, fakta lain juga sangat
mencengankan. Indeks Gini, yang mengukur tingkat kesenjangan ekonomi, meningkat
pesat dalam beberapa tahun terakhir. Data Biro Pusat Statistik (BPS)
menyebutkan, tingkat kesenjangan ekonomi pada 2011 menjadi 0,41. Padahal, pada
tahun 2005, gini rasio Indonesia masih 0,33.Data lain juga menunjukkan,
kekayaan 40 orang terkaya Indonesia mencapai Rp680 Triliun (71,3 miliar USD)
atau setara dengan 10,33% PDB. Konon, nilai kekayaan dari 40 ribu orang itu
setara dengan kekayaan 60% penduduk atau 140 juta orang. Data lain menyebutkan,
50 persen kekayaan ekonomi Indonesia hanya dikuasai oleh 50 orang.
Ringkas
cerita, pertumbuhan ekonomi yang spektakuler itu tidak mencerminkan
kesejahteraan rakyat. Yang terjadi, sebagian besar aset dan pendapat ekonomi
hanya dinikmati segelintir orang. Sementara mayoritas rakyat tidak punya aset
dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Akhirnya, terjadilah fenomena: 1% warga
negara makin makmur, sementara 99% warga negara hidup pas-pasan.
Bung
Hatta pernah berkata, “dalam suatu Indonesia Merdeka yang dituju, yang alamnya
kaya dan tanahnya subur, semestinya tidak ada kemiskinan. Bagi Bung Hatta,
Indonesia Merdeka tak ada gunanya jika mayoritas rakyatnya tetap hidup melarat.
“Kemerdekaan nasional tidak ada artinya, apabila pemerintahannya hanya duduk
sebagai biduanda dari kapital asing,” kata Bung Hatta. (Pidato Bung Hatta di
New York, AS, tahun 1960).
Karena
itu, para pendiri bangsa, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, kemudian
merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar
cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial
dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.Artinya,
dengan penjelasan di atas, berarti cita-cita perekonomian kita tidak
menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan
kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat.
Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
Supaya
cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses penyelenggaran negara, maka
para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam buku Konstitusi Negara kita:
Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan sendi utama
bagi pelaksanaan politik perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia.
Dalam
pasal 33 UUD 1945, ada empat kunci perekonomian untuk memastikan kemakmuran
bersama itu bisa tercapai. Pertama, adanya keharusan bagi peran negara yang
bersifat aktif dan efektif. Kedua, adanya keharusan penyusunan rencana ekonomi
(ekonomi terencana). Ketiga, adanya penegasan soal prinsip demokrasi ekonomi,
yakni pengakuan terhadap sistem ekonomi sebagai usaha bersama (kolektivisme).
Dan keempat, adanya penegasan bahwa muara dari semua aktivitas ekonomi,
termasuk pelibatan sektor swasta, haruslah pada “sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.Sayang, sejak orde baru hingga sekarang ini (dengan pengecualian di era
Gus Dur), proses penyelenggaran negara sangat jauh politik perekonomian ala
pasal 33 UUD 1945.
Pada masa orde baru, sistem perekonomian
kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui kelompok ekonom yang dijuluki
“Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi ini, sistem perekonomian
kebanyakan didikte secara langsung oleh lembaga-lembaga asing, seperti IMF,
Bank Dunia, dan WTO.Akibatnya, cita-cita perekonomian sesuai amanat Proklamasi
Kemerdekaan pun kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial, tetapi
malah mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya dominasi kapital asing,
politik upah murah, ketergantungan pada impor, dan kecanduan mengekspor bahan
mentah ke negeri-negeri kapitalis maju.Ketimpangan ekonomi kian menganga.
Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas rakyat (75%) bekerja
di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial. Sementara
puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.
7.
Ekonomi
Indonesia setiap Periode Pemerintahan :
I.
Pemerintahan
Orde Lama
Orde lama
(Demokrasi Terpimpin)
Keadaan ekonomi
keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
a.
Inflasi
yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
b.
Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
c.
Kas
negara kosong.
d.
Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
ekonomi, antara lain :
a.
Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan
Juli 1946.
b.
Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c.
Konferensi
Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah
produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
d.
Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan
Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Masa Demokrasi
Liberal (1950-1957)
Masa
ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer.
Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara
lain :
a)
Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar
tingkat harga turun.
b)
Program
Benteng (Kabinet Natsir)
c)
Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)
Sistem
ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo
e)
Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia.
II.
Pemerintahan
Orde Baru
Orde
Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi
praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara
rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Orde
Baru, Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada
masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek
kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu
pada TrilogiPembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1)
Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2)
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
3)
Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan
nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan
Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu
25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun
1969 – 1994.
Sasaran
utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur
ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga
berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan
dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen
pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan
sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di
Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali.
Dalam
membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping
mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan
kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan
penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai
kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya
dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi
tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga
ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu
bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh.
Bangsa
Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan
IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang
menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
III.
Pemerintahan
Reformasi
Pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde
Reformasi.
Sidang
Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di
kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi
Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Presiden
BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik
dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari
setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang.
Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru
dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan
tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa
diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan
meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa
dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer
yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat
penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Ketika
Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu
terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a.
masa
depan Reformasi;
b.
masa
depan ABRI;
c.
masa
depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d.
masa
depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e.
masa
depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J.
Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
a.
Kebebasan
menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan
menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan
ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah.
Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada
pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan
Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
b.
Pelaksanaan
Pemilu
Pada
masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian
masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia
mendapat respon.
Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk
melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada
tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat
tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia.
Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor
Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste
dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin
Soal !
1 1. Sistem
Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun
1830 yang mewajibkan setiap desa
menyisihkan sebagian …. untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi ,
tebu , dan tarum (nila).
a.
Tanahnya
(10%)
b.
Tanahnya
(20%)*
c.
Ladangnya(10%)
d.
Ladangnya(20%)
e.
Penghasilannya
2 2. Sistem
ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh
pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar.Merupakan
pengertian dari ….
a.
Kapitalisme
atau capital *
b.
Liberalisme
c.
Sistem
tanam paksa
d.
Demokrasi
e.
Sistem
Monopoli
3 3. Bung
Karno dan Bung Hatta,merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada
dua garis besar cita-cita perekonomian Indonesia , yaitu ….
a.
melikuidasi
sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodalistik
b.
memperjuangkan
terwujudnya masyarakat adil dan makmur
c.
pertumbuhan
ekonomi yang spektakuler
d.
Semua
jawaban salah
e.
Jawaban
a dan b benar *
p 4. Pada
pemerintahan orde lama pemerintah RI menetapkan 3 mata uang yang berlaku, yaitu
….
a.
Rupiah,
Bath, dan Ringgit
b.
mata
uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang*
c.
mata
uang De Javasche Bank, mata uang Republik Indonesia, dan mata uang pendudukan
Jepang.
d.
mata
uang malaysia, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
e.
Dollar,
Rupiah,dan Yen
5.
Yang
bukan termasuk isu terbesar yang harus di hadapi Habibie pada saat menggantikan
soeharto sebagai residen pada tanggal 21 Mei 1998 adalah ….
a. masa depan Reformasi;
b. masa depan ABRI;
c. masa depan
daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d. masa depan Soeharto,
keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e. masa depan rakyat
miskin*
No comments:
Post a Comment